Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: Keluarga Korban Mutilasi Mimika Memerlukan Perlindungan LPSK

Kompas.com - 21/01/2023, 18:28 WIB
Singgih Wiryono,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro menyatakan bahwa keluarga korban mutilasi di Mimika, Papua memerlukan perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK).

Perlindungan tersebut, khususnya diperlukan selama persidangan kasus mutilasi di Mimika berlangsung.

"Keluarga korban menyampaikan bahwa mereka memerlukan jaminan perlindungan dan pemulihan dari LPSK selama proses persidangan kasus ini berlangsung," ujar Atnike dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/1/2023).

Baca juga: Komnas HAM: Keluarga Korban Mutilasi di Mimika Tak Puas dengan Dakwaan Oditurat

Keluarga korban juga disebut mengeluhkan proses peradilan yang mengabaikan aksesibilitas mereka untuk mengikuti tahapan persidangan.

"Terpisahnya proses peradilan sangat tidak efisien secara waktu dan biaya khususnya bagi keluarga yang diperiksa sebagai saksi," tutur Atnike.

Selain itu, para keluarga korban juga mengeluhkan dakwaan yang dilayangkan Oditurat Militer Tinggi Makassar terhadap terdakwa Mayor Hermanto Fransiskus Daki.

Baca juga: Komnas HAM Minta Panglima TNI Awasi Proses Peradilan Militer Kasus Mutilasi Mimika

Dakwaan Oditurat dinilai berimplikasi pada putusan yang sangat ringan bagi pelaku dan memungkinkan peristiwa mutilasi kembali terulang.

"Keluarga korban dan pengacara korban (juga) menilai proses persidangan terdakwa Helmanto Fransiskus Daki terkesan dilakukan maraton, padahal proses tahapan persindangan harus memberikan waktu yang cukup agar seluruh fakta dapat diuji dengan detil," ucap Atnike.

Adapun sidang peradilan militer untuk empat terdakwa anggota TNI telah digelar secara terpisah dalam tiga persidangan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura.

Baca juga: Panglima TNI Minta Prajurit Tersangka Mutilasi Mimika Dituntut Maksimal

Sidang nomor perkara 404-K/PM.III-19/AD/XII/2022 menghadirkan empat terdakwa, yaitu Pratu Rahmat Aamin, Pratu Rizky Oktav Muliawan, Pratu Robertus Putra Clinsman dan Praka Pargo Rumbouw.

Sidang kedua dengan nomor perkara 395/K/PM.III-19/AD/XI/2022 dengan terdakwa Pratu Rahmat Amin Sese terkait kepemilikan senjata api ilegal.

Ketiga adalah sidang perkara nomor 37-K/PMT.III/AD/XIII/2022 dengan terdakwa Mayor Helmanto Fransiskus Daki.

Baca juga: Ketua Komnas HAM Sempat Temui Panglima TNI, Minta Pelaku Mutilasi di Mimika Diadili di Pengadilan Koneksitas

Untuk diketahui, pada 22 Agustus 2022 terjadi kasus pembunuhan dengan mutiliasi yang dilakukan oleh empat orang sipil dan enam anggota TN.

Empat korban tersebut dibunuh pada malam hari di lahan kosong tempat sepi dan tanpa penerangan di Distrik Mimika Baru, Papua.

Keempat korban dibunuh menggunakan tembakan peluru dan ditikam senjata tajam kemudian dilakukan mutilasi untuk menghilangkan jejak.

Jasad para korban yang sudah dimasukan ke dalam karung kemudian dibawa ke sebuah jembatan di Kampung Pigapu Distrik Iwaka untuk kemudian dibuang ke sungai.

Temuan Komnas HAM dalam peristiwa itu juga menyebut diduga kuat motif pembunuhan adalah terkait bisnis solar yang dijalankan oleh para pelaku.

"Jadi kita temukan memang ada rekanan bisnis terkait solar. Itu tidak hanya drum-drum (yang ditemukan) di tempat lokas mereka rapat dan sebagainya, tapi juga grup WhatsApp yang dalam grup itu juga membicarakan bisnis solar ini," kata Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam, 20 September 2022.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com