"Kadang-kadang deh yang namanya wartawan-wartawati. Jangan ngompor-ngomporin orang, kerja sama aja yang baik. Saya enggak pernah ngomporin. Diam-diam saja, kerja saja," tambah dia.
Megawati mengeklaim, dirinya bukan hendak meminta pujian dari media massa.
Sebaliknya, dia berharap agar kerja pers dilaksanakan sesuai etika, dan berbasis perspektif yang luas.
"Saya suka kesal, kesempatan ngomong sama wartawan. Di Bali, hati-hati ya, enggak ada yang enggak ngebelain gua. Ibu Mega bukan provokator, Ibu Mega enggak ngancem. Ini terbuka, fair," katanya.
"Jangan enak-enak untuk melariskan (berita), kita di-bully enggak jelas. Ngertilah saya, dipikir saya enggak ngerti? Jangan dipikir saya tidak ngerti teknologi,” ungkap Megawati.
Beberapa waktu belakangan, pidato Megawati dalam HUT ke-50 PDI-P menjadi sorotan.
Dalam salah satu materi pidatonya, Megawati berseloroh bahwa nasib Presiden Joko Widodo akan berbeda dengan saat ini jika tidak ada PDI-P.
"Pak Jokowi itu kayak gitu lho, mentang-mentang. Lah iya, padahal Pak Jokowi kalau enggak ada PDI Perjuangan juga, aduh, kasihan dah," kata Megawati, Selasa (10/1/2023).
Pernyataan Megawati itu lantas membuat kader-kader PDI-P tertawa.
Baca juga: Pasrahnya Puan soal Capres PDI-P Pilihan Megawati, Menyerah atau Strategi?
Sementara itu, dari kacamata pengamat mengatakan bahwa Mega seakan hendak menegaskan bahwa di internal PDI-P, dialah yang paling berkuasa.
Kekuatan presiden kelima RI itu melampaui seluruh elite partai, tak terkecuali Jokowi.
"Megawati ingin menunjukkan bahwa dirinya punya power yang lebih besar dibanding Jokowi," kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam kepada Kompas.com, Rabu (11/1/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.