Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seruan buat Pemerintah: Mengaku dan Menyesal Saja Tak Cukup, Seret Pelaku Pelanggaran HAM Berat ke Pengadilan!

Kompas.com - 13/01/2023, 09:00 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengakuan Presiden Joko Widodo atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu dinilai tidak cukup.

Lebih penting bagi pemerintah untuk kini bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.

"Pengakuan Presiden atas pelanggaran HAM di masa lalu tersebut tidak ada artinya tanpa pertanggungjawaban hukum atas pelanggaran HAM berat masa lalu," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/1/2023).

Baca juga: Jokowi: Saya Sangat Menyesalkan Pelanggaran HAM Berat di 12 Peristiwa

Amnesty Internasional Indonesia mengaku menghargai sikap Presiden Jokowi mengakui terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia sejak tahun 1960-an.

Namun, pernyataan itu disebut tertunda selama beberapa dekade. Selama ini, penderitaan para korban dibiarkan dalam kegelapan tanpa keadilan, kebenaran, dan pemulihan.

Terlebih, pemerintah hanya mengakui 12 peristiwa sebagai pelanggaran HAM berat. Padahal, ada sejumlah kejahatan mengerikan lainnya yang mestinya juga diakui sebagai pelanggaran HAM.

Misalnya, pelanggaran yang terjadi selama pendudukan dan invasi Timor Timur, tragedi Tanjung Priok 1984, peristiwa penyerangan 27 Juli 1996 atau Kudatuli, termasuk kasus pembunuhan Munir.

Baca juga: Jokowi Janji Pulihkan Hak Korban Pelanggaran HAM Berat secara Adil

Pemerintah dinilai mengabaikan fakta bahwa proses penyelidikan dan penyidikan terhadap empat kasus tersebut dilakukan setengah hati. Ini berujung pada bebasnya semua terdakwa dalam persidangan.

"Kelalaian ini merupakan penghinaan bagi banyak korban," ujar Usman.

Jika Presiden benar-benar berkomitmen mencegah terulangnya pelanggaran HAM berat, kata Usman, pihak berwenang harus segera secara efektif, menyeluruh, dan tidak memihak menyelidiki semua orang yang diduga terlibat dalam peristiwa ini.

Seandainya penyelidikan itu menghasilkan cukup bukti, para pelaku harus dituntut dalam pengadilan yang adil di hadapan pengadilan pidana.

"Tidak bisa hanya mengatakan tidak cukup bukti. Sebab selama ini lembaga yang berwenang dan berada di bawah langsung wewenang Presiden, yaitu Jaksa Agung, justru tidak serius dalam mencari bukti melalui penyidikan," kata Usman.

Pemerintah pun diingatkan untuk mengakhiri impunitas tehadap para pihak yang diduga terlibat pelanggaran HAM berat masa lalu.

Penghukuman pelaku merupakan satu-satunya cara untuk mencegah terulangnya pelanggaran HAM, sekaligus memberikan kebenaran dan keadilan sejati kepada para korban dan keluarga.

"Pelaku harus dihadapkan pada proses hukum, jangan dibiarkan, apalagi sampai diberikan kedudukan dalam lembaga pemerintahan," ucap Usman.

Halaman:


Terkini Lainnya

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Nasional
Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Nasional
KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

Nasional
Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

Nasional
KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com