Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugat Jokowi dan Kapolri karena Tak Terima Dipecat, Ferdy Sambo Dinilai Inkonsisten soal Tanggung Jawab

Kompas.com - 30/12/2022, 14:28 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo dinilai tak konsisten karena menggugat Presiden dan Kapolri ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas pemecatannya sebagai anggota kepolisian.

Sambo sedari awal selalu mengatakan dirinya bakal bertanggung jawab dalam kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Namun, kini dia tak terima dipecat.

"Sejak awal kasus ini, Ferdy Sambo ini sudah tidak konsisten dan lebih menonjolkan kepentingan-kepentingan pribadinya," kata Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian Bambang Rukminto kepada Kompas.com, Jumat (30/12/2022).

Baca juga: Ferdy Sambo Gugat Jokowi dan Kapolri karena Tak Terima Dipecat

Bambang mengatakan, sikap dan langkah yang ditempuh Sambo dalam kasus ini seolah hanya mengutamakan kepentingan pribadinya.

Oleh karenanya, pengakuan Sambo yang hendak bertanggung jawab atas perkara ini patut dipertanyakan.

"Susah untuk memegang apa yang disebut tanggung jawab darinya," ucap Bambang.

Kendati demikian, Bambang bilang, melayangkan gugatan ke PTUN merupakan hak Sambo sebagai warga yang merasa dirugikan atas putusan administrasi negara. Sah-sah saja jika mantan jenderal bintang dua Polri itu merasa tak terima.

Bambang pun menilai, masih terbuka peluang gugatan Sambo diterima oleh PTUN.

Sebabnya, pemecatan Sambo melalui sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) diputuskan sebelum ada putusan inkrah dari kasus pidana dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua.

Baca juga: Tiga Pertimbangan Ferdy Sambo Gugat Presiden dan Kapolri ke PTUN

Meski dalam sidang pidana kasus pembunuhan Brigadir J banyak keterangan saksi yang memberatkan Sambo, namun, kata Bambang, putusan PTUN sangat mungkin mengubah putusan pemecatan Sambo.

"Sidang KKEP sebelum pidana itu memang bisa memunculkan masalah. Problemnya adalah bagaimana bila personel yang ditersangkakan pelanggar etik ternyata tak terbukti dalam sidang pidana," ujar Bambang.

Bahkan, lanjut Bambang, merujuk Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, ada celah yang memungkinkan seorang terduga pelanggar kode etik berat mengajukan pensiun dini.

Pasal 111 perpol tersebut menyatakan, terduga pelanggar KKEP yang diancam dengan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) diberikan kesempatan untuk mengajukan pengunduran diri dari dinas Polri atas dasar pertimbangan tertentu sebelum pelaksanaan sidang KKEP.

Baca juga: Polri Siap Hadapi Gugatan Ferdy Sambo di PTUN

Ketentuan ini seringkali menjadi tempat berlindung para terduga pelanggar etik sehingga tidak dikenai sanksi pemecatan karena lebih dulu mengajukan pensiun dini.

"Ambiguitas Perpol 7/2022 itu malah berpotensi menjadi tempat perlindungan pelanggar di internal Polri," kata Bambang.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com