Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Litbang "Kompas": Mayoritas Responden Menilai Hukuman Koruptor Belum Maksimal

Kompas.com - 19/12/2022, 09:59 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada awal Desember 2022 ini mengungkap mayoritas responden menilai hukuman yang diberikan kepada pelaku korupsi belum maksimal.

Melansir Kompas.id, Senin (19/12/2022), lebih dari 80 persen responden menyatakan hukuman koruptor belum setimpal dengan perbuatan mereka.

Kemudian bagi sepertiga responden lainnya menilai, kejahatan korupsi layak diganjar hukuman maksimal, seperti hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Baca juga: Litbang Kompas: Publik Tak Setuju Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg

Lalu sekitar sepertiga lainnya berharap hukuman keras lain, seperti agar pemerintah  memiskinkan atau menyita harta pelaku korupsi.

Selain itu, beberapa hukuman lain yang dirasa sepadan oleh publik adalah hukuman sosial dan penghapusan hak politik.

Survei Litbang Kompas juga mencatat adanya 90,9 persen responden yang tidak setuju jika bekas terpidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif di pemilihan umum (pemilu).

Alasannya, ada kekhawatiran mereka akan mengulangi perbuatannya (37,1 persen). Mereka menganggap, lembaga legislatif rentan praktik terjadinya korupsi.

Baca juga: PAN Tak Percaya Elektabilitasnya Hanya 1 Persen, Sebut Lembaga Survei Harus Tobat

Sepertiga bagian dari kelompok responden yang menolak juga beralasan, semestinya mereka yang sudah pernah terlibat kasus korupsi tidak layak lagi dipercaya mengemban amanah rakyat yang direbut melalui pemilu.

Sementara itu, kelompok responden yang menyatakan setuju bekas terpidana korupsi bisa kembali menjadi calon anggota legislatif setelah masa jeda lima tahun beralasan setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua.

Mereka juga beralasan menghormati hak politik setiap orang untuk dipilih di pemilu.

Sebagian dari kelompok responden yang setuju ini juga menjadikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi masa jeda lima tahun setelah bebas ini sebagai bukti sudah ada upaya membatasi hak politik tanpa menghilangkan hak politik itu.

Baca juga: Survei Poltracking, Elektabilitas Prabowo di Jateng Stagnan pada Peringkat Dua

Meski demikian, terbukanya peluang bekas terpidana korupsi untuk menjadi calon anggota legislatif juga dinilai sebagai ancaman terhadap demokrasi.

Jajak pendapat merekam, 84,4 persen responden menilai masih terbukanya peluang bekas terpidana, termasuk mantan napi korupsi untuk menjadi kontestan di pemilu, merupakan ancaman besar bagi demokrasi.

Kekhawatiran ini tentu tidak berlebihan mengingat potret situasi demokrasi di Indonesia.

Berdasarkan data The Economist pada 2021, dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, demokrasi Indonesia berada di peringkat ke-52 dengan skor indeks di angka 6,71 poin dari skala 0-10.

Dengan skor itu, kualitas demokrasi Indonesia di bawah negara tetangga, seperti Malaysia di peringkat ke-39 dan Timor Leste di peringkat ke-43.

Baca juga: Survei Poltracking: Anies-Ganjar Relatif Imbang di Pulau Jawa

Survei dilaksanakan melalui telepon pada 6-8 Desember 2022. Ada sebanyak 502 responden dari 34 provinsi yang berhasil diwawancarai.

Pengambilan sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di setiap provinsi.

Adapun tingkat kepercayaan survei sebesar 95 persen dengan nirpencuplikan penelitian lebih kurang 4,37 persen dalam kondisi penarikan sampel secara acak sederhana

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com