Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dion Valerian
Praktisi dan Peneliti Hukum

Praktisi dan peneliti hukum. Publikasinya antara lain Pemikiran Anselm von Feuerbach tentang Hukum Pidana (2021), Meretas Konsep Baru Pidana Denda terhadap Tindak Pidana Korupsi (2019), dan Penerapan Analogi dalam Hukum Pidana Indonesia (2017).

Delik-delik UNCAC yang Wajib dan Perlu Dikriminalisasi di Indonesia

Kompas.com - 15/12/2022, 17:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

UNITED Nations Convention Against Corruption (UNCAC) ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Resolusi Majelis Umum No. 58/4 tanggal 31 Oktober 2003.

Tiga tahun setelahnya, Indonesia meratifikasi UNCAC melalui UU Nomor 7 Tahun 2006. Dengan ratifikasi tersebut, Indonesia terikat hukum untuk mematuhi norma-norma yang diatur UNCAC.

Bab III UNCAC tentang Kriminalisasi dan Penegakan Hukum merumuskan norma-norma yang mengikat negara peserta terkait kriminalisasi delik korupsi dan pengaturan penegakan hukum.

Spesifik mengenai kriminalisasi (penetapan suatu perbuatan menjadi tindak pidana melalui peraturan perundang-undangan), UNCAC menentukan bentuk-bentuk perbuatan korupsi yang wajib dan perlu dikriminalisasi oleh negara-negara peserta.

Sebagai penunjuk derajat keharusan kriminalisasi, norma pasal-pasal Bab III UNCAC menggunakan formulasi sebagai berikut.

Pertama, “Each State Party shall adopt such legislative and other measures as may be necessary to establish as a criminal offence …”.

Delik-delik UNCAC yang rumusannya diikat frasa “shall adopt” wajib dikriminalisasi oleh negara peserta.

Kedua, “Each State Party shall consider adopting such legislative and other measures as may be necessary to establish as a criminal offence …”.

Negara peserta dikenakan kewajiban untuk mempertimbangkan kriminalisasi delik-delik UNCAC yang diikat frasa “shall consider adopting”.

Ketiga, “Each State Party may adopt such legislative and other measures as may be necessary to establish as a criminal offence …

Delik-delik UNCAC dengan frasa “may adopt” dapat dikriminalisasi negara peserta sesuai kebijakan hukum nasional.

Merujuk tipologi derajat keharusan kriminalisasi di atas, delik-delik UNCAC dapat diidentifikasi dalam tiga kategori.

Pertama, perbuatan-perbuatan yang wajib dikriminalisasi. Termasuk dalam kategori ini:

  1. suap pejabat publik nasional
  2. suap pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik
  3. penggelapan, penyalahgunaan, atau pengalihan kekayaan oleh pejabat publik
  4. pencucian hasil kejahatan
  5. penghalangan proses peradilan, dan f) partisipasi dalam tindak pidana korupsi berdasarkan UNCAC.

Kedua, perbuatan-perbuatan yang wajib dipertimbangkan untuk dikriminalisasi, mencakup:

  1. memperdagangkan pengaruh
  2. penyalahgunaan fungsi
  3. memperkaya diri secara tidak sah
  4. suap di sektor privat
  5. penggelapan properti di sektor privat
  6. penyembunyian.

Ketiga, perbuatan-perbuatan yang dapat dikriminalisasi, yaitu percobaan dan persiapan dalam tindak pidana korupsi berdasarkan UNCAC.

UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dibentuk pada 1999 dan direvisi pada 2001, beberapa tahun sebelum UNCAC ditetapkan PBB dan diratifikasi Indonesia.

Perkembangan terakhir tahun 2022, KUHP yang baru disahkan DPR memasukkan beberapa delik UU Tipikor (Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 13) ke dalam pengaturannya.

Di luar itu, sejak 2001 hingga sekarang, belum pernah ada revisi terkini atas UU Tipikor.

Pada 2019, KPK telah menyampaikan draf pembaruan UU Tipikor beserta kajian akademiknya kepada Pemerintah dan DPR.

Pada tahun yang sama, DPR menetapkan keputusan Program Legislasi Nasional 2020-2024 yang mencakup revisi UU Tipikor di dalamnya.

Untuk kepentingan pembaruan legislasi antikorupsi masa mendatang, Indonesia harus mematuhi ketentuan-ketentuan UNCAC, termasuk aturan normatif terkait kriminalisasi delik-delik korupsi.

Pembaruan UU Tipikor sebagai UU tersendiri di luar kodifikasi tetap dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 187 KUHP baru.

Menurut penulis, analisis paling pertama perlu diarahkan kepada ketentuan delik-delik UNCAC yang wajib dikriminalisasi.

Suap pejabat publik nasional telah diatur dalam UU Tipikor, antara lain pada Pasal 5, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 12B, dan Pasal 13 (Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 13 ditarik masuk ke dalam KUHP baru).

Sementara itu, suap pejabat asing dan pejabat organisasi internasional publik sepenuhnya belum diatur dalam hukum nasional Indonesia.

Rumusan delik suap pejabat asing menyasar perbuatan "pemberian dan penerimaan suap pejabat publik asing atau pejabat organisasi internasional publik, agar pejabat tersebut melakukan/tidak melakukan sesuatu dalam pelaksanaan tugasnya untuk mendapatkan atau mempertahankan bisnis/keuntungan lain".

Tujuan kriminalisasi delik ini adalah untuk menjamin kompetisi bisnis internasional yang bersih, adil, dan bebas suap/kecurangan.

Semakin bertumbuhnya kegiatan usaha yang dilakukan korporasi Indonesia di luar negeri membuat kriminalisasi delik ini semakin relevan (KPK, Menggagas Perubahan UU Tipikor, 2019).

Kemudian, delik penggelapan, penyalahgunaan, atau pengalihan dana publik/dana privat, surat berharga, atau barang berharga oleh pejabat publik memiliki kemiripan dengan ketentuan Pasal 8 UU Tipikor.

Pencucian hasil kejahatan sudah diatur komprehensif dalam UU Tindak Pidana Pencucian Uang.

Selanjutnya, penghalangan proses peradilan telah dirumuskan secara umum dalam Pasal 21 UU Tipikor tentang perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Dalam pembaruan UU Tipikor, perlu mempertimbangkan formulasi UNCAC yang cenderung mengurai secara spesifik perbuatan perintangan proses peradilan.

Terakhir, partisipasi dalam tindak pidana korupsi berdasarkan UNCAC akan mengikuti doktrin umum hukum pidana materiil. Setiap partisipasi dalam tindak pidana korupsi dapat dijerat dengan ketentuan penyertaan dalam KUHP.

Dapat dilihat, dari enam kewajiban kriminalisasi, terdapat satu delik yang sepenuhnya belum diatur di Indonesia sehingga perlu dikriminalisasi dalam pembaruan UU Tipikor, yaitu suap pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik.

Implementation Review UNCAC terhadap Indonesia tahun 2012 juga secara eksplisit merekomendasikan kriminalisasi terhadap suap pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik.

Untuk menggambarkan tren kriminalisasi delik tersebut di level internasional, dari semua negara G20, hanya Indonesia dan India yang belum mengkriminalisasinya dalam hukum nasional.

Di samping delik suap pejabat asing yang wajib dikriminalisasi, Indonesia juga perlu mengkriminalisasi perbuatan-perbuatan berkategori “wajib dipertimbangkan untuk diadopsi”.

Beberapa penelitian di Indonesia telah menganalisis kemungkinan kriminalisasi perbuatan memperdagangkan pengaruh, memperkaya diri secara tidak sah, dan suap di sektor privat.

Analisis itu seyogyanya ditindaklanjuti ke dalam formulasi pembaruan UU Tipikor, karena bentuk-bentuk perbuatan tersebut memang memiliki relevansi dan urgensi untuk dikriminalisasi di Indonesia (rujuk antara lain KPK, Menggagas Perubahan UU Tipikor, 2019).

Di luar tiga perbuatan tersebut, beberapa perbuatan lain yang perlu lebih banyak ditelaah sarjana Indonesia adalah penyalahgunaan fungsi, penggelapan properti di sektor privat, dan penyembunyian.

Dapat pula dianalisis mengenai pemidanaan terhadap perbuatan persiapan tindak pidana korupsi (delik berkategori “dapat diadopsi”) yang belum tercakup Pasal 15 UU Tipikor.

Kriminalisasi terhadap delik-delik UNCAC, disertai penegakan hukum yang efektif, independen, dan imparsial, adalah bukti komitmen pemberantasan korupsi Indonesia dalam kancah internasional.

Pemberantasan korupsi optimal akan berkontribusi signifikan dalam usaha kolektif untuk mewujudkan ideal-ideal negara hukum, demokrasi, keadilan, dan kemanusiaan di tengah-tengah republik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com