Dalam pembenahan pelaksanaan otda yang sudah berjalan, Mardani menegaskan urgensi political will yang kuat guna memperbaiki sistem politik di daerah, terutama dari segi flow of command.
“Tujuannya, untuk menyatukan komando. Kalau masing-masing daerah tidak dalam satu komando, kabupaten khususnya, justru menyuburkan politik dinasti,” kata Mardani.
Baca juga: Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah
Hal itu ditandai dengan adanya tren pencalonan di kancah politik lokal oleh anggota keluarga pemimpin daerah. Sebagai contoh, istri kepala daerah terpilih sebagai calon legislatif (caleg). Demikian pula dengan anak kepala pemimpin daerah.
“Saya tidak menghalangi anak atau istri dari tokoh politik atau pemimpin daerah untuk maju. (Hal seperti itu) bagus, kok, tapi tidak main system ketika (seseorang) pada usia sangat muda tiba-tiba sudah menduduki posisi tertentu, enggak merangkak dari bawah. Hal ini menyiratkan (bahwa) tidak ada upaya (dirinya) untuk menghargai proses. (Jika terus berlanjut), hal ini berbahaya untuk negeri sebesar Indonesia,” tegasnya.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menambahkan, upaya perbaikan sistem politik yang tak kalah penting dilakukan adalah perbaikan UU Pemilu. Ia pun mendorong perwujudan kontestasi politik yang lebih beragam sarat adu gagasan dan karya.
Agar kontestasi politik makin berwarna, terutama pemilihan presiden (pilpres), setidaknya diperlukan tiga hingga empat calon presiden (capres). Demikian pula kontestasi di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
Baca juga: Mardani Ali Sera Desak Pemerintah Beri Insentif ke Kaum Difabel
“Jangan hanya cuma dua capres. Harus 3-4 capres sehingga ada kontestasi karya dan gagasan. Saya mendukung bila pemilu dilakukan secara terpisah antara skala nasional, provinsi, dan kabupaten atau kota karena masing-masing punya isu berbeda-beda,” ujar Mardani.
Mardani menambahkan, pihaknya hingga saat ini mendorong upaya revisi UU Pemilu. Adapun revisi UU Pemilu dipersiapkan untuk 2029 yang disebut Paket Revisi UU Politik.
Mardani menjelaskan, UU Politik mencakup sejumlah UU, yaitu UU Pemilu, UU Pilkada, UU Desa, UU Pemerintah Daerah, UU MD3, dan UU Partai Politik.
Adapun UU Desa dipandang perlu seiring tren pedesaan yang kini justru menjadi basis politik sarat dengan permainan politik begitu kental.
Baca juga: Hadiri Resepsi Pernikahan Anak Anies, Mardani Ali Sera: Suasana Guyub, Banyak Relawan Datang
“Menjadi kepala desa (sekarang) harus punya duit ampun-ampunan. Akhirnya, desa bukan lagi menjadi wilayah fokus kerja, tapi menjadi ruang permainan politik. Pemerintahan desa tidak lagi dikelola secara transparan sehingga menimbulkan ketidakpercayaan (distrust) masyarakat kepada kepala desa," tuturnya.
Alhasil, lanjut Mardani, distrust membuat modal sosial (social capital) semakin tereduksi. Hal ini dinilai krusial di mana semestinya modal sosial tumbuh subur di pedesaan.
“Kami berharap, dengan adanya reformasi sistem politik dan kehadiran UU Politik, tata kelola pemerintahan di daerah ataupun nasional menjadi lebih efisien, berintegritas, dan profesional sehingga rakyat semakin sejahtera,” kata Mardani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.