Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mukhijab
Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Dr. Mukhijab, MA, dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Migrasi "Politik" TV Analog ke Digital

Kompas.com - 16/11/2022, 10:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MIGRASI siaran TV analog ke digital yang dikenal dengan Analog Switch-Off (ASO) akhirnya diberlakukan mulai 2 November 2022.

Perpindahan itu dilandasi bahwa alokasi siaran TV analog dan pelayanan internet sama-sama menggunakan frekuensi pita 700 MHz. Dengan “diberhentikannya” siaran analog, maka beban frekuensi tersebut berkurang.

Peristiwa ini, sejatinya peristiwa biasa, kalau tidak ada embel-embel TV analog sebagai kemiskinan, dan kepentingan siaran dengan kampanye partai tertetu.

Sebelum ini, peralihan teknologi TV telah terjadi secara langsam, dari TV hitam putih, disusul TV “tabung” berwarna, LCD TV, LED TV hingga akhirnya Smart TV.

Smart TV menandai simbol peralihan teknologi TV analog ke digital yang sesungguhnya.

Namun dalam kasus ASO terdapat dua catatan kritis yang perlu didiskusikan dalam tulisan ini. Pertama, ASO kaitannya dengan “subsidi” pemilik TV analog dan efek politik dari migrasi TV analog ke digital.

Terkait “subsidi” biasanya dikonotasikan dengan kemiskinan. Dalam konteks ini, pemilik TV analog dikategorikan kaum marginal yang layak mendapat bantuan Set Top Box (STB).

Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial, terdapat 7,9 juta rumah tangga miskin, 6,7 juta terdampak ASO atau pemilik TV analog.

Mereka bagian dari audien yang mendambakan acara populis (musik dangdut, sepakbola, dll), yang ditayangkan siaran TV-TV dalam MNC Group.

Karena itu terdapat persinggungan politik antara pemerintah dan juragan MNC Group yang menggunakan TV analog sebagai bagian dari kampanye partainya.

Pemerintah latah agar programnya dianggap populis, peduli rakyat kecil, maka itu harus diikuti dengan subsidi.

Subsidi bisa saja dianggap sebagai katup pengaman sosial normal apabila terkait dengan kebutuhan substansial warga seperti subsidi bahan bakar (BBM), tarif angkutan umum, kebutuhan pokok, dan kebutuhan esensial warga lainnya seperti kesehatan.

Subsidi untuk kebutuhan tersier (hiburan) menjadi keniscayaan karena sebagian “warga miskin” belanja paket data melebihi anggaran kebutuhan pokok.

Demikian halnya TV, mereka yang penggemar berat acara hiburan di televisi rela “mengecangkan ikat pinggang” untuk beli LCD TV, LED TV, bahkan Smart TV atas nama kepuasan spiritual dan emosional. TV mereka bisa secanggih milik “orang berduit”.

Pemerintah tidak ingin mendapat kecaman bahwa ASO menyengsarakan pemilik TV analog, maka membungkam “keluhan” mereka dengan menawarkan atau memberikan Set Top Box (STB) atau decoder.

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) per Januari 2022, perlu STB 5.177.760 unit. Perangkat itu bisa disediakan oleh Penyelenggara Multiplexing dan Kominfo.

Penyelenggara dimaksud adalah lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran televisi yang menang tender. Karena komitmen pemerintah dan lembaga penyiaran bertendensi bisnis, maka ASO harus dilaksanakan agar pemerintah aman dari pinalti dan ancaman wanprestasi.

Terdapat pesan bahwa “kemiskinan” itu bisa dijual dan dikompensasikan ke perusahaan swasta Penyelenggara Multiplexing.

Perlawanan politik

Survei PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek) periode 22 Mei-18 Juni 2022, siaran TV pada MNC Group mendominasi pangsa penonton. Perkiraan jumlah penonton TV sebanyak 58,9 (Mei) menjadi 96 juta (Juli).

Survei menunjukkan penonton RCTI terbanyak (18,9 persen), Indosiar (18,8 persen), SCTV (16,9 persen), MNCTV (9,4 persen), GTV (7,8 persen).

Penonton TV pesaing seperti ANTV (8,8 persen), Trans 7 dan Trans TV masing-masing 7,7 persen dan 6,4 persen, TV One (2,7 persen), Metro TV hanya 1,2 persen.

Kawasan Jabodetabek terdapat 479.000 rumah tangga miskin dengan asumsi menggunakan TV Analog. Sebagian besar audien tersebut mengakses siaran TV dari MNC Group.

Sebagai bos MNC Group, Hary Tanoesoedibyo bersikap mendua terhadap ASO. Di satu sisi, perusahaannya “menolak” ASO mendasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 bahwa penangguhan segala kebijakan strategis berdampak luas dan tidak dibenarkannya penerbitan aturan pelaksana baru berkaitan dengan UU Cipta Kerja.

Pada saat yang sama, RCTI, MNCTV, iNews dan GTV memproklamirkan siap melaksanakan ASO (3/11/2022 pukul 00.00 WIB).

Penghentian siaran TV analog tidak menguntungkan dari segi kalkulasi politik karena sebagai perusahaan TV jejaring yang digunakan untuk arena bisnis, arena publik sekaligus arena politik (untuk kampanye partainya) oleh Hary Tanoesoedibyo, pemirsa TV analog adalah aset potensial pendukung partainya.

ASO potensial “menghilangkan” dukungan politik pemilik TV analog. Tetapi sikap demikian dilematis baginya.

Menolak migrasi siaran analog ke digital, bisa disoal, apakah perangkat teknologi televisinya incompatible dengan teknologi terbaru?

Dari segi peluang bisnis iklan, perusahaan pengiklan lebih nyaman dengan siaran televisi digital supaya selaras dengan perangkat teknologi untuk produksi iklannya, dan tayangan produk mereka lebih optimum.

Karena itu sikap resisten pemilik penyelenggara siaran TV swasta terhadap ASO sepertinya hanya “sandiwara” berdurasi singkat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com