Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Ketika Neraka Sesak Dijejali Para Pengacara

Kompas.com - 19/10/2022, 11:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ferdy Sambo tidak bersalah, dia hanya meminta Brigadir Richard untuk memberikan pelajaran kepada Brigadir Joshua. Bukan perintah untuk membunuh. Putri Chandrawaty tidak paham dengan tuduhan yang dilontarkan jaksa karena sedari awal dia tidak terlibat. Teddy Minahasa tidak mungkin terlibat dengan peredaran narkoba karena dia adalah korban. Lukas Enembe bermain judi hanyalah untuk relaksasi dari rasa sakit yang menderanya, tidak ada uang negara yang dipakai di meja judi.”

Melihat tontonan kasus Ferdy Sambo yang diduga membunuh ajudannya Brigadir Yoshua, mulai dari kasus tersebut merebak hingga persidangan perdananya; pernyataan pengacara bekas Kapolda Sumatera Barat yang urung menjadi Kapolda Jawa Timur, Irjen Teddy Minahasa yang menampik kliennya terlibat dengan penjualan barang bukti narkoba; serta tim kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe yang selalu menghalang-halangi Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK untuk memeriksa Lukas dengan alasan sakit berat, publik begitu jengah dengan “silat lidah” para pengacara.

Publik mendapat tontonan yang tidak layak menjadi tuntunan. Memilin kata, memelintir fakta, mengagungkan klien dan menyalahkan pihak lain serasa kliennya pantas mendapat panggung kebenaran menjadi mantera yang selalu didengungkan para pengacara.

Keluarga korban menjadi semakin terluka, pemirsa menjadi lara, dan kebenaran terasa dipermainkan mereka. Seolah yang salah bisa dianggap benar dan yang benar bisa menjadi tertuduh salah.

Syahdan ada kisah mengenai calon penghuni neraka. Usai ajal menjemput, malaikat mengadakan study tour bagi arwah-arwah yang akan masuk neraka.

Biar tidak kaget, para penghuni neraka perlu diberikan semacam “pengenalan” agar mereka familiar dengan kehidupan neraka.

Bayangan akan kehidupan neraka yang mengerikan ternyata terbantahkan dari hasil pengenalan lapangan.

Ternyata mereka melihat komunitas pengacara tengah bersenda gurau di neraka. Neraka penuh sesak dengan pengacara dari berbagai organisasi kepengacaraan yang selama ini tidak pernah akur bersatu ke dalam organisasi tunggal.

Dari pengacara top, parlente hingga pengacara yang berkantor di ruko sewaan dan rumah pribadi, semua ada di neraka.

Para pengacara tidak sendirian di neraka, masih banyak juga hakim yang serakah, jaksa yang culas serta polisi yang tega membunuh sesama polisi, juga menjadi penghuni neraka.

Hakim yang mengatur kemenangan perkara bagi mereka yang membayar malah menjadi penghuni senior di neraka.

Bersama dengan polisi yang menjual barang bukti narkoba dan jaksa yang menuntut bebas para koruptor mereka layaknya menjadi mahkamah paling senior di neraka.

Mereka masih kasak-kusuk, siapa tahu penjaga kunci neraka masih bisa dinego agar mereka bisa pelesiran melihat surga dari tapal batas.

Saya jadi teringat dengan kisah seorang pegawai tinggi dari Uganda. Charles Obong, seorang pejabat senior di Kementerian Pelayanan Publik Uganda berwasiat agar di dalam peti matinya disiapkan sejumlah uang.

Charles yang menjabat sebagai pejabat sepanjang 2006 – 2016 berpandangan begitu banyak dosa yang telah dilakukannya selama dia berkuasa.

Siapa tahu dengan uang tunai Rp 791 juta yang telah disiapkan di peti mati, kebijakan mailakat bisa dinego agar dosa-dosa Charles bisa diampuni.

Hingga kematiannya tanggal 17 Desember 2016, tidak ada yang tahu apakah usaha Charles untuk melobi Tuhan berhasil atau tidak. Yang jelas, makam Charles di Distrik Lira, utara Uganda masih ada (Detik.com, 10 Oktober 2022).

Charles Obong seperti hal-nya pemuja semua urusan “bisa diatur” menganggap urusan akhirat bisa dinego seperti halnya urusan duniawi bisa dicincai.

Tidak hanya pengacara, hakim, jaksa, dan polisi saja yang menjadi penghuni neraka. Masih banyak profesi lain menjadi warga neraka.

Mereka adalah pegawai negeri yang bisa mengatur pemenang tender, pegawai bea cukai yang kongkalingkong dengan importir untuk memanipulasi manifes barang, pegawai badan pertanahan yang menyulap sertifikat tanah sesuai pesanan, pegawai pajak yang beraliansi dengan mafia untuk mengakali nilai pajak hingga pembunuh yang tega menghabisi nyawa satu keluarga dan dibenamkan ke dalam septi tank.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com