JAKARTA, KOMPAS.com - Tragedi kelam dalam laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam, hingga kini masih menyisakan misteri.
Penyebabnya tak lain karena lenyapnya rekaman CCTV berdurasi tiga jam lebih yang berada di lobi utama dan area parkir Stadion Kanjuruhan.
Hilangnya rekaman CCTV ini tertuang dalam laporan investigasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Dalam laporan setebal 136 halaman ini, unit CCTV itu merekam pergerakan kendaraan baracuda polisi yang akan membawa tim Persebaya Surabaya keluar dari Stadion Kanjuruhan.
Baca juga: Rekaman CCTV di Kanjuruhan Hilang, Kontras Kritik TGIPF Tak Tegas Dorong Usut Obstruction of Justice
Akan tetapi, ketika memasuki pukul 22.21 WIB, rekaman CCTV ini lenyap alias dihapus.
Setidaknya, rekaman CCTV di lokasi ini dihapus dengan durasi waktu 3 jam 21 menit 54 detik.
“Pergerakan awal rangkaian baracuda yang akan melakukan evakuasi tim Persebaya, dapat terekam melalui CCTV yang berada di lobi utama dan area parkir, “ demikian salah satu poin dokumen laporan TGIPF yang telah terkonfirmasi, dikutip Kompas.com, Selasa (18/10/2022).
“Tetapi rekaman CCTV tersebut mulai dari pukul 22.21.30 dapat terekam dengan durasi selama 1 jam 21 menit, dan selanjutnya rekaman hilang (dihapus) selama 3 jam, 21 menit, 54 detik, kemudian muncul kembali rekaman selama 15 menit,” sambung temuan TGIPF.
Baca juga: TGIPF: Rekaman CCTV Berdurasi 3 Jam Lebih di Lobi Utama Stadion Kanjuruhan Dihapus
Hilangnya durasi rekaman CCTV ini otomatis menghambat investigasi TGIPF untuk mengantongi fakta sesungguhnya yang terjadi di Stadion Kanjuruhan.
Dari laporan ini juga menyebut TGIPF sedang mengupayakan untuk meminta rekaman lengkap ke Mabes Polri.
Dalam temuan ini juga TGIPF menyebut adanya rekaman CCTV di Stadion Kanjuruhan yang dilarang diunduh oleh kepolisian.
Bahkan, laporan tersebut juga menemukan adanya upaya dari pihak kepolisian untuk mengganti rekaman yang baru.
“Ada juga upaya aparat kepolisian untuk mengganti rekaman dengan yang baru. Hal ini (berdasarkan) kesaksian dari Pak Heru selaku General Koordinator,” tulis laporan TGIPF.
Investigasi TGIPF juga menemukan fakta bahwa kericuhan suporter Arema FC, Aremania pecah usai aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke arah tribune penonton.
Sementara, tembakkan gas air mata pertama oleh aparat kepolisian ditujukan untuk memecah suporter yang memasuki lapangan.
Saat tembakan pertama ini dilepaskan, ternyata tidak ada kericuhan sama sekali.
Akan tetapi, kericuhan suporter baru terjadi ketika tembakkan gas air mata diarahkan ke arah penonton yang masih memadati area tribune.
“Hasil pengamatan, tidak ada kondisional khusus yang mengharuskan penembakan gas air mata ke tribune,” tulis TGIPF.
TGIPF juga mencatat ada enam tipe senjata gas air mata yang dibawa oleh personel pengamanan Satuan Brimob Polda Jawa Timur di Stadion Kanjuruhan.
Keenamnya yakni senjata flash ball verney carbon super pro kaliber 44 milimeter (mm) dengan amunisi gas air mata MU53-AR A1 dan senjata anti riot infinity caliber 37/38 mm, dengan amunisi gas air mata CS Smoke dan CS Powder.
Selanjutnya, senjata laras licin popor kayu kaliber 38 mm dengan amunisi gas air mata MU24-AR CS Powder dan senjata shoebil kaliber 38 mm dengan amunisi gas air mata MU24-AR CS Powder.
Terakhir, senjata flashball maxi kaliber 44 mm dengan amunisi gas air mata MU53-AR dan senjata anti riot AGL NARM kaliber 38 mm dengan amunisi gas air mata Verney Ammo.
Baca juga: FIFA Sebut Peristiwa Kanjuruhan Jadi Salah Satu Hari Tergelap untuk Sepak Bola
TGIPF menyebut semua senjata gas air mata ditembakkan oleh Brimob dan Sabhara, namun yang ditemukan paling banyak ditembakkan adalah senjata gas air mata tipe anti riot infinity kaliber 37/38 mm.
Sementara, jarak tembak senjata gas air mata antara 20 sampai 50 meter. SedangkanJenis gas air mata yang dipakai adalah powder dan smoke.
“Apabila amunisi gas air mata expired atau mengalami catch tidak akan mengalami lontaran yang sempurna dan ada kemungkinan tidak mengeluarkan asap/gas,” tulis TGIPF.
Laporan TGIPF juga menyebut penembakkan gas air mata oleh aparat kepolisian membuat massa Aremania bertindak anarkis dengan menyerang petugas.
Aremania disebut melakukan tindakan anarkis sembari meneriaki polisi pembunuh hingga polisi Sambo.
“Pukul 22.40 WIB, suporter semakin anarkis akibat serangan gas air mata dan terus menyerang secara brutal kepada petugas,” kata TGIPF.
“Terutama polisi sambil meneriakkan kata-kata polisi pembunuh, polisi jancox, polisi Sambo,” sambung TGIPF.
Baca juga: Temuan TGIPF: Ada Upaya Polisi Ganti Rekaman CCTV Stadion Kanjuruhan
Selanjutnya ketika Aremania bertindak anarkis, pada saat bersamaan polisi juga membentuk barikade dan mundur.
Sedangkan, personel TNI berkumpul di pintu masuk Stadion Kanjuruhan.
Dalam laporan ini pula, TGIPF mengatakan bahwa massa Aremania melakukan tindakan kepada anggota kepolisian dan material milik polisi yang ada di stadion, sekitar pukul 22.50 WIB.
Setidaknya terdapat 13 kendaraan polisi yang dirusak dan dibakar, yaitu tiga unit mobil patroli Lantas Polres Malang 3 (rusak berat), satu unit mobil patwal Lantas Polrestabes Surabaya (dibakar), dan 1 unit mobil truck Brimob 1 (dibakar).
Lalu dua unit mobil pribadi milik anggota dibakar, dua unit mobil K9 Polres Malang Kota (rusak berat), dua unit mobil patroli Polsek Pakis (rusak), satu unit mobil Patroli Polsek Singosari (rusak), dan satu unit mobil truck Dalmas Polres Malang (rusak).
Adapun hasil investigasi TGIPF telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/10/2022).
Ada beberapa rekomendasi TGIPF yang menyangkut PSSI dalam laporan tersebut.
Misalnya, meminta Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan atau Iwan Bule beserta seluruh jajaran Komite Eksekutif PSSI mengundurkan diri dari jabatannya.
Dorongan agar Iwan Bule dan kawan-kawan mengundurkan diri dari PSSI merupakan sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya korban sebanyak 712 orang dalam tragedi nahas ini.
Di mana 133 korban di antaranya meninggal dunia.
“Sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya korban sebanyak 712 orang,” tulis TGIPF.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.