Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TGIPF Dikritik Kurang Soroti Pengerahan Tentara di Stadion dalam Tragedi Kanjuruhan

Kompas.com - 19/10/2022, 07:10 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan dikritik karena dianggap kurang tegas membuat desakan terhadap TNI dalam hasil laporan investigasinya.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut bahwa TGIPF tidak mengurai pertanggungjawaban komando yang seharusnya ikut bertanggung jawab secara hukum terkait peristiwa kekerasan yang terjadi.

"Padahal merujuk laporan TGIPF, diketahui Pangdam V/Brawijaya mengerahkan 361 prajurit BKO untuk mengamankan pertandingan Arema vs Surabaya berdasarkan Surat Tugas Nomor: ST/1279/2022 tertanggal 26 Juli 2022," kata Ketua Divisi Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldi, dalam keterangan tertulis, Selasa (18/10/2022).

Baca juga: Laporan TGIPF: Ditembaki Gas Air Mata, Aremania Teriaki “Polisi Pembunuh dan Polisi Sambo”

Pengerahan ini dianggap perlu jadi sorotan khusus. Andi menyampaikan, pengerahan tentara semacam ini diduga melanggar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

"Pertama, TNI tidak memiliki tugas dalam pengamanan pertandingan olahraga," ujar Andi.

Kedua, ia melanjutkan, pengerahan prajurit TNI semacam itu merupakan wewenang Presiden, atas persetujuan DPR RI.

"Tetapi, sayangnya masalah tersebut tidak dijadikan sebagai poin yang seharusnya dievaluasi lebih lanjut," lanjutnya.

Baca juga: TGIPF: Rekaman CCTV Berdurasi 3 Jam Lebih di Lobi Utama Stadion Kanjuruhan Dihapus

Selain itu, KontraS juga menilai TGIPF kurang tegas dalam memberi desakan kepada Polri.

Padahal, Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan sedikitnya 133 orang hingga hari ini tersebut, jelas dipicu oleh tembakan gas air mata polisi ke tribun stadion.

"Berkenaan dengan institusi Polri misalnya, TGIPF seolah-olah menutup mata bahwa ada pertanggungjawaban hukum atasan dalam penggunaan kekuatan," ujar Andi.


Ia menyoroti laporan TGIPF yang menyebutkan dugaan penembakan gas air mata di luar komando. Mereka menganggap, hal tersebut bukan berarti komandan dapat lepas dari tanggung jawab, sebab hal itu mencerminkan kegagalan komandan melakukan kontrol atas wewenang yang dimiliki.

"Padahal dalam konteks doktrin pertanggungjawaban komando, meskipun penggunaan kekuatan tidak berdasarkan atas perintah atasan, komandan atau pimpinan dari kesatuan tersebut tetap bertanggung jawab secara hukum," kata Andi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com