Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut bahwa TGIPF tidak mengurai pertanggungjawaban komando yang seharusnya ikut bertanggung jawab secara hukum terkait peristiwa kekerasan yang terjadi.
"Padahal merujuk laporan TGIPF, diketahui Pangdam V/Brawijaya mengerahkan 361 prajurit BKO untuk mengamankan pertandingan Arema vs Surabaya berdasarkan Surat Tugas Nomor: ST/1279/2022 tertanggal 26 Juli 2022," kata Ketua Divisi Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldi, dalam keterangan tertulis, Selasa (18/10/2022).
Pengerahan ini dianggap perlu jadi sorotan khusus. Andi menyampaikan, pengerahan tentara semacam ini diduga melanggar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
"Pertama, TNI tidak memiliki tugas dalam pengamanan pertandingan olahraga," ujar Andi.
Kedua, ia melanjutkan, pengerahan prajurit TNI semacam itu merupakan wewenang Presiden, atas persetujuan DPR RI.
"Tetapi, sayangnya masalah tersebut tidak dijadikan sebagai poin yang seharusnya dievaluasi lebih lanjut," lanjutnya.
Selain itu, KontraS juga menilai TGIPF kurang tegas dalam memberi desakan kepada Polri.
Padahal, Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan sedikitnya 133 orang hingga hari ini tersebut, jelas dipicu oleh tembakan gas air mata polisi ke tribun stadion.
"Berkenaan dengan institusi Polri misalnya, TGIPF seolah-olah menutup mata bahwa ada pertanggungjawaban hukum atasan dalam penggunaan kekuatan," ujar Andi.
"Padahal dalam konteks doktrin pertanggungjawaban komando, meskipun penggunaan kekuatan tidak berdasarkan atas perintah atasan, komandan atau pimpinan dari kesatuan tersebut tetap bertanggung jawab secara hukum," kata Andi.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/19/07104931/tgipf-dikritik-kurang-soroti-pengerahan-tentara-di-stadion-dalam-tragedi