Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Lain Anies Lain Ganjar

Kompas.com - 07/10/2022, 06:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PARTAI Nasdem akhirnya resmi mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden yang akan diusung pada Pilpres 2024.

Pengumuman tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Senin, 3 Oktober 2022.

Tidak diungkapkan secara jelas latar belakang perubahan jadwal pengumuman mengingat sebelumnya sering disampaikan bahwa bulan November 2022 akan menjadi penentuan sikap partai tersebut atas calon presiden yang akan mereka usung di laga pilpres 2024.

Beberapa pengamat berasumsi, Surya Paloh sedang berlomba dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah mengusut kasus Formula E.

Dengan kata lain, Surya Paloh diasumsikan sedang mencoba bermanuver untuk menghindari berbagai kemungkinan yang akan dialami Gubernur DKI Jakarta tersebut di rentang waktu menjelang bulan November 2022.

Sebagian pengamat lainnya berasumsi bahwa keputusan memajukan jadwal pengumuman calon presiden dari Partai Nasdem dimotivasi oleh masa jabatan Anies yang akan berakhir tanggal 16 Oktober 2022.

Dengan demikian, Anies mendapatkan kapasitas baru dengan panggung baru di kancah politik nasional jelang dilepaskannya kapasitas lama sebagai seorang gubernur.

Memang fakta deklarasi Anies Baswedan sebagai calon presiden, Nasdem nampaknya agak melenceng dari kebiasaan.

Sejak Pilpres 2014, lalu Pilkada DKI 2017, dan Pilpres 2019, Nasdem konsisten berdiri bersama calon yang memiliki track record positif atas isu toleransi di satu sisi dan menyandingkan diri dengan calon dan kawan koalisi yang berkecenderungan mengedepankan ideologi nasionalis sekuler di sisi lain.

Apakah karena Surya Paloh benar-benar ingin menghindari agar perpecahan politik tidak semakin dalam atau karena alasan raihan elektoral yang menyantol pada diri Anies atau pula karena alasan lain?

Terkait soal perpecahan, tentu menjadi pertanyaan kemudian karena Surya Paloh, Nasdem, dan jejaring medianya selama ini justru menjadi salah satu pihak yang oleh beberapa kalangan disebutkan juga ikut memperdalam perpecahan politik dengan narasi-narasi yang konfrontatif atas lawan-lawan politiknya.

Presiden Joko Widodo bersama Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo saat kunjungan kerja di Jawa Tengah, Senin (3/10/2022).dok.Sekretariat Presiden Presiden Joko Widodo bersama Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo saat kunjungan kerja di Jawa Tengah, Senin (3/10/2022).
Lalu terkait alasan elektoral, berdasarkan track record calon-calon potensial, Ganjar Pranowo yang juga masuk dalam pilihan capres Nasdem sebenarnya juga memenuhi platform politik Nasdem ketimbang Anies.

Hampir di semua hasil survei dalam setahun terakhir, Ganjar Pranowo selalu berada di posisi tiga teratas, dengan stabilitas dan konsistensi yang cukup meyakinkan.

Apalagi, Ganjar Pranowo secara persepsional dianggap sebagai kandidat yang lebih kompatibel dengan platform politik nasionalis Nasdem.

Atau memang ada alasan lain, selain alasan platform politik dan kapasitas elektoral di atas.

Sebut saja, misalnya, alasan kepentingan ekonomi politik Surya Paloh yang akan terakomodasi secara maksimal jika Anies terpilih nanti.

Dengan kata lain, peluang pendiri Partai Nasdem itu untuk menginjeksikan kepentingannya secara maksimal tidak akan bisa dilakukan jika kandidatnya bukan Anies Baswedan.

Apapun motivasi di balik perubahan jadwal pengumuman tersebut, termasuk apapun motivasi di balik pemilihan Anies dan bukan kandidat lain, kini Anies sudah resmi didukung oleh Partai Politik.

Kendati demikian, posisi Anies tentu belum sepenuhnya aman. Untuk benar-benar bisa maju sebagai calon presiden, setidaknya Nasdem masih membutuhkan satu atau dua partai lagi sebagai sekutunya.

Jika Anies akhirnya dipasangkan dengan calon presiden atau calon wakil presiden dari PDIP dan Gerindra, maka prasyarat kepartaian sudah terpenuhi.

Namun, peluang berpasangan dengan kedua partai tersebut tidaklah besar, terutama dengan Gerindra.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa pencalonan Anies Baswedan sebagai calon presiden akan dianggap sebagai bentuk pengkhianatan politik bagi Gerindra.

Sejak nama Anies muncul sebagai kandidat potensial, ketegangan sudah terjadi di internal partai besutan Prabowo Subianto tersebut.

Kader senior Gerindra di DKI Jakarta, M Taufik, terpaksa harus melepas statusnya sebagai ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, karena secara terbuka memberikan dukungan kepada Anies Baswedan untuk maju di konstestasi presidensial tahun 2024 nanti.

Dan hasil Kongres Gerindra tempo hari sudah mengunci dukungan tunggal pada Prabowo Subianto, tanpa membuka alternatif nama lain sebagai kandidat untuk diusung.

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh  dan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani usai menggelar pertemuan di DPP Partai Nasdem di Nasdem Tower, Jakarta, Senin (22/8/2022). Pertemuan antara jajaran PDIP dan Nasdem merupakan silaturahmi antara dua partai politik.KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani usai menggelar pertemuan di DPP Partai Nasdem di Nasdem Tower, Jakarta, Senin (22/8/2022). Pertemuan antara jajaran PDIP dan Nasdem merupakan silaturahmi antara dua partai politik.
Sementara dengan PDIP, peluangnya masih 50:50. Santer dikabarkan setelah Puan Maharani bersilaturahmi ke Nasdem Tower dua bulan lalu, Anies dan Puan akan menjadi bakal pasangan calon yang akan diusung Nasdem dan PDIP.

Namun sinyal tersebut mulai terasa agak melemah mengingat Nasdem tidak memberikan indikasi yang jelas di acara pengumuman tempo hari terkait arah politik Anies Baswedan.

Bahkan, sebagaimana disampaikan sendiri oleh Anies, kapasitas untuk menentukan siapa yang akan menjadi pasangannya sepenuhnya diserahkan kepada Anies.

Jika kemudian Anies dan Nasdem akhirnya benar-benar parkir di Teuku Umar (PDIP), keputusan tersebut tentu akan menjadi sangat mengagetkan Cikeas, yang sempat merasa mendapat peluang kembali setelah cek kosong diberikan kepada Anies oleh Surya Paloh.

Artinya, untuk sementara waktu, peluang Anies ke Hambalang sangat kecil. Di sisi lain, peluang ke Teuku Umar masih terbuka, meskipun sinyalnya mulai melemah.

Dan nampaknya soal Anies dan Puan akan menjadi "element of surprises" tersendiri di ranah politik nasional jika keduanya akhirnya benar-benar harus bersanding.

Apalagi, di sisi lainnya, kepastian soal Anies dan Puan akan menjadi titik krusial bagi kandidat potensial lainnya untuk mengambil sikap, terutama Ganjar Pranowo.

Langkah cepat, tapi bertahap dari Surya Paloh dan Anies, nyatanya belum lengkap, karena baru memunculkan satu nama, sehingga kandidat lain, masih akan menunggu "puzzle" yang dimainkan Surya Paloh hingga lengkap tersusun.

Karena itu, sampai hari ini Ganjar Pranowo masih menebar senyum. Sekalipun Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bereaksi cepat dengan memunculkan nama Ganjar Pranowo dan Yenny Wahid, toh nyatanya tidak dihadiri dan boleh jadi tidak diketahui oleh Ganjar Pranowo sendiri.

Dalam hemat saya, Ganjar Pranowo, yang konon didukung oleh Jokowi, masih berharap untuk berlaga di tahun 2024 dengan dukungan penuh Megawati Soekarnoputri dan PDIP.

Meskipun perkembangan hingga hari ini masih belum sesuai dengan harapan Ganjar Pranowo karena sikap-sikap politik PDIP yang masih memberi prioritas dan keleluasaan bermanuver politik kepada Puan, sikap politik Ganjar Pranowo toh masih cenderung memilih diam.

Hal itu sangat bisa dipahami karena waktu masih panjang. Sesuai jadwal, pendaftaran capres-cawapres akan dilakukan pada 19 Oktober-25 November 2023. Apapun bisa terjadi hingga waktu tersebut.

Bahkan tidak menutup kemungkinan PDIP menentukan sikapnya di waktu-waktu terakhir, sebagaimana biasanya, dan keputusan itu boleh jadi berpihak kepada Ganjar Pranowo.

Jadi memang dari sisi Ganjar Pranowo dan Jokowi belum ada urgensi untuk buru-buru bersikap.

Yang jelas, apapun itu, baik bersama PDIP ataupun tidak, tentu berbagai macam rencana strategis dan peluang telah diukur secara matang oleh Ganjar Pranowo dan Jokowi.

Dengan kata lain, boleh jadi Anies dan Surya Paloh memang memerlukan langkah cepat untuk bersikap, apapun alasannya dan kemana pun arahnya nanti.

Tapi tidak berarti kandidat potensial lain, terutama Ganjar Pranowo, juga ada dalam "sense of urgency" yang sama karena berbagai faktor.

Sebut saja, misalnya, perbedaan strategi politik atau memang pihak Ganjar Pranowo belum merasakan adanya urgensi untuk bersikap saat ini karena memang waktunya masih panjang.

Pendeknya, cepatnya penyikapan Surya Paloh dan Anies terhadap laga presidensial 2024 memang dibutuhkan oleh mereka, meskipun bukan faktor yang akan menentukan kemenangan Anies Baswedan juga di kemudian hari.

Begitu pula sebaliknya. Jalan berliku yang harus dilalui Ganjar Pranowo memang membutuhkan kalkulasi-kalkulasi tingkat tinggi dan penyikapan bijak kelas dewa.

Sehingga keputusan politik yang presisi dan pembacaan yang matang atas lingkungan politik yang ada akan menjadi bahan dasar dalam setiap sikap politik Ganjar Pranowo. Realitas politik yang sepertinya akan menarik untuk terus disimak hingga 2024.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com