JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) Edwin Partogi mengatakan, harus ada yang bertanggung jawab atas tragedi kematian masal yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam.
Dia menilai peristiwa yang menelan 127 korban jiwa (data pada pukul 06.00 WIB) itu bukan musibah yang harus dimaklumi, tapi tragedi yang harus dipertanggungjawabkan.
"Ini bukan lagi musibah tapi tragedi, harus ada yang bertanggung jawab," ujar Edwin melalui pesan singkat, Minggu (2/10/2022).
Baca juga: Tagar Kanjuruhan Trending di Twitter, Apa yang Terjadi?
Edwin juga meminta agar jumlah korban tak dipandang sebagai statistik semata.
"Korban itu bukan statistik tapi tubuh bernyawa seperti kita. Setiap peristiwa yang mengakibatkan jatuhnya korban harus ada pertanggungjawaban," kata dia.
Tragedi Stadion Kanjuruhan menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit.
Sebanyak 127 orang dilaporkan meninggal dunia dan ratusan lainnya dirawat di rumah sakit (RS).
Stadion Kanjuruhan menjadi tuan rumah laga pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10/2022).
Baca juga: Dampak Gas Air Mata pada Tubuh dan Cara Mengatasinya
Bertajuk derbi Jawa Timur, duel Arema FC vs Persebaya berlangsung ketat. Lima gol tercipta dalam laga ini.
Tim tamu Persebaya unggul dua gol lebih dulu melalui aksi Silvio Junior (8') dan Leo Lelis (32'). Arema FC kemudian berhasil kedudukan lewat brace Abel Camara pada penghujung babak pertama (42', 45+1' -pen).
Namun, gol Sho Yamamoto pada menit ke-51, memastikan Arema bertekuk lutut di hadapan Persebaya dengan skor 2-3.
Hasil pertandingan derbi Jatim ini ternyata tidak bisa diterima pendukung Arema FC.
Baca juga: Malam Mencekam di Kanjuruhan Arema: Tembakan Gas Air Mata, Suporter Terinjak, 127 Orang Tewas
Mereka kecewa dan langsung berhamburan masuk ke lapangan dengan meloncati pagar, membuat situasi tak terkendali.
Jajaran pengamanan pun terlihat kewalahan menghalau kericuhan tersebut. Situasi makin tak terkendali ketika pihak keamanan menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.
Kericuhan di Stadion Kanjuruhan menimbulkan korban yang tidak sedikit. Ratusan nyawa melayang.
Menurut keterangan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta, sebanyak 127 orang tewas, termasuk dua anggota Polri.
"Dalam kejadian tersebut telah meninggal 127 orang, dua di antaranya anggota Polri," ungkap Nico dalam jumpa pers di Malang, Minggu (2/10/2022).
Baca juga: Kerusuhan Suporter di Kanjuruhan Malang, Kapolda Jatim Sebut Tembakan Gas Air Mata Sesuai Prosedur
Niro merinci, dari jumlah korban tewas, 34 di antaranya meninggal dunia di stadion, sisanya di rumah sakit.
Selain itu, polisi mencatat, ada sekitar 180 orang yang tengah dirawat di sejumlah rumah sakit.
Dugaan sementara, para korban terinjak-injak suporter lain, serta sesak nafas akibat semprotan gas air mata dari aparat.
Menilik data dari Football Stadiums, insiden di Kanjuruhan merupakan tragedi stadion sepak bola terbesar kedua dalam sejarah jika melihat jumlah korban meninggal.
Adapun kejadian paling memilukan dalam sejarah sepak bola terjadi pada 24 Mei 1964 di Estadio Nacional, Lima, Peru.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Arema, Polisi Buka Suara soal Tembakkan Gas Air Mata
Saat itu, Peru bertanding melawan Argentina dalam kualifikasi Olimpiade.
Peru tertinggal 0-1 dan berhasil menyamakan kedudukan pada menit-menit akhir.
Namun demikian, gol penyama kedudukan Peru dianulir oleh wasit.
Hal itu kemudian menimbulkan kerusuhan yang mengakibatkan 328 orang tewas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.