JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyebut pemberantasan korupsi akan semakin amburadul jika restorative justice diterapkan.
Pernyataan ini Saut sampaikan guna menanggapi Wakil Ketua KPK baru, Johanis Tanak yang menyatakan akan mengusulkan penerapan restorative justice dalam kasus tindak pidana korupsi (Tipikor).
Baca juga: Pukat: Usulan Restorative Justice Johanis Tanak untuk Kasus Korupsi Aneh
“Oh ya negaranya makin amburadul dong kalau kayak gitu memberantas korupsinya,” kata Saut saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Jumat (30/9/2022).
Menurut Saut, orang-orang yang mendukung gagasan Johanis pasti akan mencari dan menemukan pembenaran.
Namun baginya, gagasan itu tidak masuk akal. Ia bahkan menyebut logika dan nalar hukum Johanis harus diluruskan.
“Argumentasi, logika dan nalar hukumnya itu yang harus dibenerin,” tuturnya.
Baca juga: Usul Restorative Justice untuk Koruptor, Johanis Tanak Singgung Kasus Mike Tyson
Menurutnya, upaya pemberantasan korupsi akan semakin kacau jika gagasan Johanis didukung DPR RI.
Penerapan restorative justice dalam kasus korupsi, kata Saut, tidaklah relevan. Sebab, tindak pidana korupsi termasuk extra ordinary crime yang bisa membuat negara lumpuh hingga bubar.
“Kalau disampaikan ke DPR dan itu didukung oleh DPR ya makin sempurna aja keamburadulan kita memberantas korupsi makin sempurna,” ujarnya.
Tindakan Johanis menyampaikan gagasan penerapan restorative justice dalam Tipikor, menurut Saut merupakan satu bentuk sinyal.
Ia mengirim pesan adanya keringanan bagi pelaku tindak pidana korupsi.
“Jangan lupa restorative justice itu kan anda memberi sinyal, anda ngirim pesan, anda mengirim pengertian. Anda memberi warning bahwa, hei welcome to the jungle. Pokoknya kamu nanti di dalam ada senter tenang saja, begitu kan,” ujarnya.
Saut mengatakan penerapan restorative justice dalam Tipikor akan memberi keringanan bagi koruptor semakin sempurna. Sebab, sebelumnya Mahkamah Agung telah membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 tahun 2012 pada tahun lalu.
Baca juga: Pencuri Ponsel dan Celana Dalam Mantan Istri di Lamongan Dibebaskan lewat Restorative Justice
PP tersebut mengatur pembatasan hak remisi serta keringanan bagi narapidana kasus korupsi.
Menurut Saut, berkaca dari gagasan terkait penerapan restorative justice dalam Tipikor, bergabungnya Johanis Tanak ke KPK membuat pemberantan korupsi menjadi semakin tidak pasti.
“Logika saya sih makin membuat jadi enggak pasti ya. Artinya pasti, tapi pasti ngawur, gitu saja,” tutur Saut.
“Konsep-konsep restorative justice itu kan di luar KPK sudah menjadi biasa untuk perilaku kriminal biasa, ini kok dibawa ke daerah extra ordinary crime,” sambungnya.
Sebelumnya, Johanis Tanak mengusulkan restorative justice tidak hanya diterapkan di tindak pidana umum melainkan Tipikor. Hal itu ia sampaikan di hadapan anggota Komisi III DPR RI.
Baca juga: Anggota DPRD Luwu Utara Diduga Lakukan KDRT Dibebaskan lewat Restorative Justice
“Kemudian saya mencoba berpikir untuk RJ (restorative justice) terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi, restorative justice, tetapi apakah mungkin yang saya pikirkan itu dapat diterima, saya juga belum tahu. Harapan saya dapat diterima," ujar Johanis saat mengikuti fit and proper test di ruang rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2022).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.