JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief mengungkapkan, ada orang mengaku utusan Presiden Joko Widodo yang meminta posisi wakil gubernur Papua diberikan kepada orang dekat Istana.
Ia tak menyampaikan secara persis kapan permintaan itu disampaikan.
Namun, menurut dia, permintaan itu disampaikan sebelum Gubernur Papua Lukas Enembe ditetapkan jadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“(Permintaan disampaikan) melalui Pak Lukas dan melalui teman-teman di DPP (Partai Demokrat),” tutur Andi dihubungi Kompas.com, Sabtu (24/9/2022).
Baca juga: KPK Imbau Lukas Enembe Penuhi Panggilan Penyidik di Gedung Merah Putih, Senin Depan
Ia tak menampik bahwa orang yang diajukan untuk menjadi wakil gubernur Papua adalah mantan Kapolda Papua yang sekarang diangkat menjadi Penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw.
Namun, kala itu, lanjut Andi, pihaknya tak bisa mengakomodasi permintaan itu.
Sebab, Partai Demokrat mengajukan kadernya sendiri, yakni Yunus Wonda, untuk mengisi jabatan wagub Papua.
“Jawaban kami, kalau Pak Yunus Wonda mundur, enggak mungkin, karena itu kader kami,” sebut Andi.
“Tapi kalau mau bertarung, silakan dapatkan (restu) dari partai-partai (pengusung) lain,” jelas dia.
Baca juga: Lukas Enembe Izin Mau Berobat ke Singapura, KPK: Kami Perlu Periksa Kesehatannya Dulu
Adapun kursi wakil gubernur Papua kosong semenjak Klemen Tinal meninggal dunia pada 21 Mei 2021.
Meski diajukan oleh Partai Demokrat, Yunus tak bisa langsung menjadi wakil gubernur Papua karena belum disetujui oleh delapan partai politik (parpol) pengusung pemerintahan Lukas Enembe di Papua.
Parpol itu adalah Golkar, PAN, Nasdem, PPP, Hanura, PKB, PKS, dan PKPI.
Setelah negosiasi tak berjalan lancar, lanjut Andi, oknum tersebut memberikan ancaman kepada Lukas dan Partai Demokrat.
“Ancamannya, kalau enggak mau, Pak Lukas dan Pak Yunus akan kena kasus hukum,” kata Andi.
Baca juga: Soal Kondisi Kesehatan Lukas Enembe, KPK: Harus Disertai Dokumen Resmi dari Tenaga Medis
Terakhir, Andi menegaskan bahwa pihak yang melakukan negosiasi dengan Lukas Enembe dan DPP Demokrat mengaku mendapatkan perintah dari Jokowi.
“Kalau ke kami oknum partai, yang jelas mengaku diminta Pak Jokowi,” ucap Andi.
Diketahui, Lukas Enembe menjadi tersangka kasus gratifikasi.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, ada 12 transaksi mencurigakan yang mengalir ke Enembe dan anaknya.
Salah satunya dugaan aliran dana dari Enembe senilai Rp 560 miliar ke kasino judi.
Baca juga: Tanggapi Aksi Demo Bela Lukas Enembe, Wapres: Semua Orang Bisa Diproses Hukum...
Hingga saat ini, KPK belum memeriksa Enembe setelah dia ditetapkan sebagai tersangka.
Pasalnya, Enembe diduga mengerahkan massa di sekitar Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua, untuk berjaga.
Terbaru, kuasa hukum Enembe, Aloysius Renwarin, menyatakan bahwa kliennya bukan mangkir dari panggilan KPK.
Namun, Enembe tengah mengidap sejumlah penyakit, yaitu stroke, diabetes, dan batu ginjal.
Aloysius mengeklaim telah memberitahukan kondisi Enembe kepada penyidik KPK.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD sebelumnya menegaskan, kasus dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe adalah murni kasus hukum.
Menurut Mahfud, persoalan itu bukan kasus politik.
"Saya tegaskan, kasus Lukas Enembe itu adalah kasus hukum, bukan kasus politik," kata Mahfud MD di Kota Malang, Jumat (23/9/2022), seperti dilansir dari Antara.
Mahfud mengatakan, dugaan korupsi yang dilakukan Lukas Enembe mencapai ratusan miliar rupiah.
"Untuk dugaan korupsinya banyak, ada Rp 566 miliar, kemudian Rp 71 miliar yang sudah diblokir," kata Mahfud.
Baca juga: Mahfud MD: Soal Lukas Enembe Itu adalah Kasus Hukum, Bukan Politik
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian juga mengungkapkan hal yang sama. Tito mengatakan bahwa perkara dugaan korupsi Lukas Enembe tak terkait urusan politik.
Tito menegaskan, perkara tersebut murni urusan hukum.
“Kalau dianggap politisasi partai tertentu, orang tertentu, enggak juga,” kataTito dalam rapat bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (21/9/2022).
Tito mencontohkan perkara dugaan korupsi pembangunan gereja yang melibatkan Bupati Mimika Eltinus Omaleng yang merupakan kader Partai Golkar.
Meski Partai Golkar berada di koalisi pemerintah, ujar Tito, kasus dugaan korupsi bupati Mimika tetap ditangani KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.