JAKARTA, KOMPAS.com - Kemampuan kombatan pada proyek pesawat tanpa awak atau drone Elang Hitam kini dipastikan sirna.
Hilangnya kemampuan kombatan Elang Hitam terjadi seiring keputusan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengalihkan proyek dari platform militer menjadi versi sipil.
“Untuk saat ini, iya, (kemampuan kombatan hilang),” kata Ketua BRIN Laksana Tri Handoko kepada Kompas.com, Senin (19/9/2022).
Laksana menyatakan bahwa memulai proyek ini dengan kemampuan kombatan merupakan sebuah kesalahan.
Menurutnya, langkah tersebut membuat proyek Elang Hitam mendapatkan teknologi kunci menjadi sangat terbatas.
“Karena semua negara membatasi transfer teknologi kunci terkait hankam (pertahanan keamanan),” ujar Laksana.
Dengan pengalihan ke versi sipil, Laksana mengeklaim bahwa ke depan, Elang Hitam memiliki pangsa yang lebih menjanjikan.
Misalnya, peruntukan Elang Hitam untuk mengawasi lahan atau monitoring kebakaran hutan.
Selain itu, Laksana menegaskan pengalihan proyek Elang Hitam ke depan tak banyak mendapat restriksi atau pembatasan sebagaimana yang terjadi pada versi militer untuk pertahanan dan keamanan.
“Versi sipil memiliki pasar yang besar, karena banyak kebutuhan untuk monitoring lahan, pemetaan, cuaca, kebakaran hutan, dan lain-lain,” terang dia.
Baca juga: BPPT Kembangkan Drone Elang Hitam, Bisa Lacak Illegal Fishing
“Versi sipil pada prinsipnya juga memanfaatkan teknologi kunci yang sama, tetapi spesifikasi dan tuntutannya tidak setinggi versi hankam (pertahanan keamanan),” sambung dia.
Di sisi lain, pengalihan proyek ini juga membuat ambisi Indonesia mempunyai drone kombatan jenis medium-altitude long-endurance (MALE) sebagai upaya meningkatkan kemampuan militer sirna.
Laksana membeberkan beberapa alasan yang membuat proyek Elang Hitam terpaksa dialihkan.
Baca juga: BRIN: Kebun Raya Bogor Harus Jadi Tujuan Anak Muda
Ia mengatakan keputusan pengalihan versi ini diambil setelah adanya evaluasi dan audit mendalam pasca-kegagalan Elang Hitam terbang dalam momen uji coba pada Desember 2021.
Selain itu, Laksana membeberkan pengalihan ini juga tak lepas adanya berbagai masalah teknis lain yang berhubungan dengan mitra pemilik “teknologi kunci”.
Pihaknya kini telah melaporkan kepada penanggung jawab yang menjadikan proyek Elang Hitam sebagai Program Strategis Nasional (PSN).
“Kami sudah melaporkan dan mendiskusikan hal ini dengan Tim Menko Ekonomi sebagai penanggung jawab PSN (proyek strategis nasional),” imbuh Laksana.
Baca juga: BRIN dan KKP Kerja Sama dengan Universitas Nasional Jeju untuk Riset Kedaulatan Pangan
Sebagai informasi, proyek Elang Hitam merupakan salah satu PSN dari Presiden Joko Widodo pada 2016.
Proyek ini digadang-gadang ini untuk menjaga kedaulatan negara dari ancaman yang semakin kompleks.
Terdapat lintas kementerian dan lembaga yang terlibat dalam proyek ini, meliputi Kementerian Pertahanan, TNI Angkatan Udara, PT Dirgantara Indonesia (Persero), PT Len Industri (Persero), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Elang Hitam kali pertama diperkenalkan di PT Dirgantara Indonesia pada 30 Desember 2019.
Dikutip dari Kompas.id, Elang Hitam mempunyai kemampaun terbang pada ketinggian menengah mencapai 15.000-30.000 kaki dan mampu terbang selama 24-30 jam.
Elang hitam mempunyai panjang 8,3 meter dengan rentang sayap 16 meter.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.