Sebanyak 40 persen rumah tangga PMI juga memanfaatkan dana remitansi untuk pendidikan, 15 persen untuk modal usaha dan 20 persen untuk menabung.
Peningkatan penempatan PMI pasti akan langsung berdampak pada peningkatan remitansi yang sudah memiliki dampak positif terhadap perekonomian riil dan perekonomian nasional.
Guna meningkatkan daya saing PMI di dunia global, Indonesia perlu lebih banyak mendorong penempatan PMI di sektor formal.
Saat ini PMI di sektor informal masih mendominasi. Pada 2020, pengiriman PMI sektor informal mencapai 76.389, sementara sektor formal hanya kurang lebih separuhnya 36.784.
Pekerja sektor formal memiliki rata-rata gaji lebih besar dibandingkan dengan pekerja sektor informal. Keterampilan yang dimiliki oleh pekerja formal juga lebih tinggi sehingga mendapatkan rasio pendapatan lebih tinggi.
Masih banyaknya pekerja informal yang dikirim juga tercermin dari tingkat pendidikan PMI. PMI lulusan SMP mendominasi profil PMI yang dikirim sebanyak 44.336 disusul lulusan SMA 39.450 dan lulusan SD 27.907.
Jumlahnya cukup timpang jika dibandingkan dengan lulusan pendidikan tinggi dengan komposisi lulusan sarjana 545, lulusan diploma 929 dan lulusan pascasarjana hanya 6 orang.
Ada beberapa faktor persoalan yang harus segera dicarikan jalan keluar agar semakin lebih banyak PMI yang berpendidikan tinggi dan bekerja di sektor formal untuk bisa meningkatkan angka remitansi.
Tidak macth-nya antara keahlian yang dibutuhkan dengan standar keterampilan para PMI juga menjadi catatan tersendiri.
Lemahnya kemampuan bahasa asing juga menjadi persoalan. Masih minimnya PMI dengan sertifikasi yang diakui di dunia global juga masih harus diselesaikan.
Pemerintah harus menggandeng universitas dan lembaga pendidikan tinggi. Perbanyak kesempatan agar lulusan perguruan tinggi di Indonesia bisa berkarier di luar negeri.
Tentu harus memulai tentang penyesuaian kurikulum perguruan tinggi dengan kebutuhan tenaga kerja di pasar global.
Sulitnya para sarjana mencari pekerjaan di dalam negeri bisa menjadi pendorong kesempatan berkarier di luar negeri sebagai alternatif.
Lemahnya komitmen untuk meningkatkan kapasitas keterampilan PMI di daerah juga cukup disesalkan. Data BP2MI menunjukkan hanya 5 dari pemerintah provinsi yang telah menganggarkan pelatihan bagi calon PMI daerahnya melalui pelatihan vokasi.
Pelatihan vokasional ini penting sebab aplikatif. Calon PMI perlu mendapat upskilling maupun reskilling untuk beberapa pekerjaan yang memerlukan keterampilan khusus di luar negeri.
Kita yakin SDM Indonesia mampu bersaing dengan SDM dari luar negeri. Kuatkan pendidikan vokasional calon PMI lalu buka kesempatan seluasnya untuk bisa bekerja di luar negeri.
Jika tidak ada spirit perbaikan keterampilan PMI kita sejak dari hulu, maka proporsi PMI yang didominasi pekerja informal akan sulit tergeser.
Padahal, selain memaksimalkan pekerja informal dengan perlindungan yang maksimal, potensi pekerja formal di dunia global juga masih terbuka lebar.
Kesempatan besar ini harus dijadikan peluang bagi Indonesia yang bisa mengubah image sebagai negara pengirim tenaga kerja domestik menjadi negara pengirim tenaga kerja terampil yang diakui dunia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.