"Dan itu dari sebelum-sebelumnya dari kamera-kamera lain yang sudah kita lihat di tayangan rangkaian yang ini, harusnya itu ada, tetapi kenapa itu sampai tidak ada? Ini pertanyaan," sambung Abimanyu.
Menurut Abimanyu, hal lain yang menjadi sorotan adalah soal intensitas cahaya yang ditangkap kamera CCTV ketika istri Sambo, Putri Candrawathi, tiba dengan menggunakan mobil dari Magelang, Jawa Tengah.
Abimanyu mengatakan, di dalam tayangan itu terlihat cahaya yang tertangkap kamera CCTV cukup terang saat Putri tiba dan kemudian pergi kembali.
Sedangkan dalam rekaman selanjutnya yang memperlihatkan Putri sudah berganti baju dan kembali lagi ke rumah pribadinya, cahaya yang ditangkap oleh kamera CCTV sudah minim menandakan hari mulai gelap.
"Cahayanya sangat gelap, berarti sudah jadi malam. Nah daerah mana di Jakarta yang jam setengah 6 sore itu sudah gelap? Yang ada masih rada redup. Masih agak terang. Kita bicara CCTV lho," ucap Abimanyu.
"Bahwa yang namanya CCTV selalu diupayakan untuk menangkap intensitas lebih kuat. Jadi kalau ada perbedaan warna, cahaya apa segala, dia akan diupayakan mampu untuk lebih nyala. Karena dia ada automatic infrared. Ini yang demikian berarti bahwa menurut saya di situ sebetulnya jamnya itu sudah teredit," papar Abimanyu.
Baca juga: Komnas HAM Periksa CCTV-Bekas Tembakan di Rumah Dinas Ferdy Sambo
Akan tetapi, jeda yang tertulis di label waktu saat Putri tiba dan kembali lagi ke rumah pribadi itu masing-masing terjadi pada pukul 17.10 WIB dan 17.23 WIB. Jadi hanya terpaut 10 menit.
"Kalau kita telusuri lagi, tidak memungkinkan waktu 13 menit yang bersangkutan pergi kemudian kembali sudah berganti baju, untuk ngapain gitu pergi ganti baju? Tapi sebetulnya ada suatu durasi yang lebih panjang yang dilakukan sesuatu gitu," ucap Abimanyu.
Sampai saat ini penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan 5 tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Para tersangka adalah Irjen Ferdy Sambo beserta istrinya, Putri Candrawathi.
Selain itu, ketiga tersangka lain adalah Brigadir Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR, dan asisten rumah tangga Putri, Kuat Maruf.
Bharada E dan Bripka RR merupakan ajudan Irjen Ferdy Sambo.
Para tersangka dijerat dengan dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Menurut keterangan Mabes Polri, Bharada E diperintahkan oleh Sambo untuk menembak Brigadir J pada 8 Juli 2022.
Baca juga: Polisi Temukan Rekaman CCTV Vital Penembakan Brigadir J
Peristiwa itu terjadi di rumah dinas Sambo di kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.