Sekalipun, dalam proses revisi buku PPKn kelas 7, Kemendikbud melibatkan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI).
“Seharusnya Kemendikbud melibatkan pakar atau ahli yang memang kompeten di bidangnya sejak awal penyusunan buku materi pelajaran,” kata Andreas.
Di sisi lain, Andreas melihat permasalahan terkait materi buku pelajaran yang keliru bukan hanya terjadi pada buku PPKn soal konsep Trinitas dalam agama Kristen saja.
Persoalan serupa, kata dia, juga pernah terjadi sebelumnya meski dalam konteks materi yang berbeda.
Baca juga: Jokowi Teken UU Nomor 17/2022, Atur Falsafah Syariat Islam di Sumatera Barat
“Kekeliruan dalam buku PPKn merupakan fenomena gunung es dari buruknya proses penyusunan buku materi pelajaran yang dilakukan Kemendikbud,” ujarnya.
“Penyusunan materi pelajaran seharusnya dikerjakan secara ilmiah dan bertanggung jawab. Tidak boleh hanya sekadar proyekan yang menguntungkan sekelompok orang secara materi,” tambah Andreas.
Oleh karena itu, Andreas meminta seluruh buku materi pelajaran yang telah dicetak Kemendikbud untuk dikaji ulang dan diteliti secara seksama.
Baca juga: KPK Akan Dalami Aliran Dana, Penyuap dan Potensi TPPU di Kasus Maming
Andreas menyebutkan, bukan tidak mungkin ada kekeliruan lainnya di buku pelajaran siswa sekolah bila menilik permasalahan yang terjadi saat ini.
“Kalau Pemerintah Pusat saja sudah menyampaikan ilmu pengetahuan yang tidak tepat, bukan tak mungkin generasi muda masa depan bangsa Indonesia bakal memiliki pemahaman sesat dalam memahami agama-agama yang ada di Indonesia,” ungkap dia.
Sebelumnya, Kemendikbud-Ristek akan merevisi buku PPKn SMP Kelas 7 terbitan 2021 yang menuai polemik.
Isi buku tersebut menjadi sorotan masyarakat karena adanya kesalahan mengenai pemahaman dan penjelasan Trinitas dalam keterangan agama Kristen Protestan dan Katolik di buku tersebut.