JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri masih terus memeriksa petinggi lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) terkait dugaan penyelewengan dana.
Selama 4 hari berturut-turut, polisi memerika mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT saat ini, Ibnu Khajar.
Kepala Sub-Direktorat (Kasubdit) IV Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmaji mengatakan pemeriksaan dilanjutkan Rabu (13/7/2022) hari ini.
"Ahyudin jam 1, Ibnu Khajar jam 3," kata Andri saat dikonfirmasi, Rabu (13/7/2022).
Menurut Andri, kedua terperiksa itu sudah mengonfirmasi untuk hadir dalam pemeriksaan hari ini.
Baca juga: Selesai Diperiksa Polisi, Ahyudin: Saya Siap Berkorban asal ACT Tetap Eksis
Andri menambahkan, pemeriksaan terhadap Ahyudin dan Ibnu pada hari ini akan membahas soal materi inti tentang penggunaan dana ACT.
"Sudah ke materi inti seperti penggunaan dana dan lain-lain," ungkapnya.
Sebelumnya penyidik Bareskrim juga telah memeriksa Ahyudin dan Ibnu pada Jumat (8/7/2022), Senin (11/7/2022), dan Selasa (12/7/2022).
Dalam pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya, Ahyudin mengaku ditanyakan seputar legalitas yayasan ACT, tanggung jawabnya di yayasan itu, serta soal dana sosial dari pihak Boeing yang dikelola ACT untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 tahun 2018.
Ahyudin juga mengaku siap apabila dirinya harus berkorban dan dikorbankan asalkan ACT tetap eksis sebagai lembaga kemanusiaan.
"Demi Allah ya, saya siap berkorban atau dikorbankan sekalipun asal semoga ACT sebagai lembaga kemanusiaan yang insya Allah lebih besar manfaatnya untuk masyarkat luas tetap bisa hadir, eksis, berkembang, dengan sebaik-baiknya," kata Ahyudin usai pemeriksaan di lobi Bareskrim Polri, Selasa malam.
Tak jauh berbeda, Ibnu juga banyak ditanyakan hal serupa, yakni soal legalitas dan struktur ACT. Ibnu juga mengaku lelah setelah selesai diperiksa pada pemeriksaan hari Selasa.
"Saya lelah, saya butuh istirahat," ujar Ibnu seperti dikutip Antara, Selasa malam.
Dalam mengusut kasus ini, penyidik mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Kasus ini juga sudah naik ke tahap penyidikan, namun polisi masih belum ada menetapkan tersangka.
Adapun dugaan penyelewengan ini awalnya mencuat setelah majalah Tempo membuat laporan jurnalistik yang berjudul "Kantong Bocor Dana Umat".
Salah satu yang diungkapkan terkait sejumlah fasilitas mewah berupa mobil operasional jenis Alphard dan penggunaan dana donasi untuk operasional para petinggi di ACT yang berlebihan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.