Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dwi Putro
Wiraswasta

Pegiat Ekonomi Kreatif, Founder deltaindie.com,

Kemana Arah Filantropi Indonesia Pasca-Kasus ACT?

Kompas.com - 10/07/2022, 12:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MASYARAKAT Indonesia dihebohkan dengan kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang diduga menyelewengkan dana donasi.

Kabar ini tentu mengagetkan banyak orang, apalagi kemudian muncul fakta gaji direksi yang dinilai besar dan mendapat fasilitas mewah.

Selama ini filantropi menjadi salah satu sektor penyokong kehidupan berbangsa, menempati third sector yang kadang mengisi kekosongan peran negara membantu dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

Apalagi ditambah fakta bahwa kedermawanan adalah salah satu ciri khas bangsa ini.

Menurut World Giving Index 2021 yang dikeluarkan oleh Charity Aid Foundation, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara paling dermawan dengan skor 69 persen. Angka ini naik dibanding data 2018 sebesar 59 persen.

Masih dalam laporan serupa, 8 dari 10 orang Indonesia gemar menyumbangkan uang mereka setiap tahun.

Direktur Filantropi Inonesia, Hamid Abidin, menyambut baik prestasi yang ditorehkan oleh sektor filantropi Indonesia.

Menurut dia, pandemi dan krisis ekonomi nampaknya tak menghalangi masyarakat Indonesia untuk berbagi. Pandemi dan krisis justru meningkatkan semangat solidaritas masyarakat untuk membantu sesama.

Sederet fakta di atas menunjukkan bahwa sektor filantropi tak bisa dilepaskan dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

Maka sangat disayangkan ketika ada lembaga filantropi terjerat kasus penyelewengan dana yang dihimpun oleh mereka. Dugaan ini sangat melukai perasaan donatur, relawan dan juga pegiat filantropi lain.

Sudah sepatutnya kasus ini menjadi pengingat keras buat lembaga-lembaga lain untuk semakin transparan dan mengelola dana mereka secara profesional.

Jauhkan anasir-anasir dalam diri pengelola bahwa mereka bisa seenaknya sendiri mengelola dana yang mereka peroleh. Ada kepercayaan publik yang harus terus dijaga.

Moral hazard dan mitigasi potensi fraud

Semakin besar lembaga filantropi maka akan semakin banyak pula dana yang dikelola. Dengan kondisi ini, maka godaan juga akan semakin besar.

Serangkaian moral hazard dalam pengelolaan dana publik yang menciderai prinsip kehati-hatian dan kepercayaan mesti diminimalkan.

Untuk mendukung hal itu, maka pengawasan internal dan eksternal mesti dilakukan. Kita bisa melihat dari regulasi zakat di Indonesia yang sudah demikian ketat.

Lembaga zakat, yang juga secara prinsip adalah lembaga filantropi, wajib menjalankan serangkaian audit internal dan eskternal melibatkan kantor akuntan publik maupun audit syariah.

Selain itu, mereka harus melaporkan aktivitas pada BAZNAS dan Kementerian Agama secara teratur dalam enam bulan sekali.

Diatur pula secara rigid berapa biaya operasional yang boleh diambil. Termasuk besaran gaji yang diterima oleh manajemen dan karyawan dijelaskan secara rinci dan disahkan bersama Dewan Pengawas Syariah.

Ketatnya pengaturan ini adalah bagian dari mitigasi agar fraud dan penyelewengan dana tidak terjadi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com