Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Densus 88 Dalami Temuan Aliran Dana ACT ke Anggota Al-Qaeda

Kompas.com - 07/07/2022, 09:25 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiterror Polri mendalami secara intensif soal adanya aliran transaksi keuangan dari rekening Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ke anggota Al-Qaeda.

Temuan itu sebelumnya diungkapkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Densus 88 secara intensif sedang bekerja mendalami transaksi-transaksi tersebut," kata Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Densus 88 Kombes Pol Aswin Siregar saat dikonfirmasi, Kamis (7/7/2022).

PPATK sebelumnya telah mengirimkan data transaksi mencurigakan yang diduga terindikasi tindak pidana pendanaan terorisme kepada Densus 88.

Hal itu, lanjut Aswin, terindikasi karena adanya aliran dana ke beberapa wilayah atau negara berisiko tinggi yang merupakan hotspot atau tempat aktivitas terorisme.

Baca juga: ACT Akan Bersurat ke Kemensos Minta Pencabutan Izin PUB Dibatalkan

Namun, ia menegaskan, data dari PPATK masih perlu untuk ditelaah lebih lanjut.

"Data yang dikirim oleh PPATK bersifat penyampaian informasi kepada stakeholder terkait untuk dilakukan verifikasi lebih lanjut," ucapnya.

Diketahui, PPATK sebelumnya menemukan indikasi penyelewengan dana ACT digunakan untuk aktivitas terlarang dan kepentingan pribadi.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana juga mengatakan, dugaan adanya aliran transaksi ke anggota Al-Qaeda. Diduga, transaksi tersebut dilakukan oleh salah satu pegawai ACT.

“Yang bersangkutan pernah ditangkap, menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait Al-Qaeda,” kata Ivan dalam jumpa pers di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Temuan ini juga disampaikan ke Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Teorisme (BNPT) untuk ditindaklanjuti lebih jauh.

Baca juga: Cara ACT Raup Untung dari Pengelolaan Donasi Menurut PPATK

Kasus ini awalnya muncul karena adanya dugaan penyelwengan atau penilapan uang donasi oleh petinggi ACT melalui laporan jurnalistik Tempo berjudul "Kantong Bocor Dana Umat".

Selain itu, dalam laporan tersebut diketahui bahwa petinggi ACT disebut menerima sejumlah fasilitas mewah berupa mobil operasional jenis Alphard dan penggunaan dana donasi untuk operasional yang berlebihan.

Presiden Lembaga ACT, Ibnu Hajar membenarkan gaji petinggi ACT khususnya jabatan presiden mencapai Rp 250 juta per bulan.

Gaji fantastis itu mulai diterapkan pada awal tahun 2021. Namun besaran gaji tersebut diturunkan karena donasi berkurang pada September 2021.

Lembaga juga mengakui ada pemotongan sebesar 13,7 persen dari total uang donasi yang diperoleh per tahun. Pemotongan tersebut digunakan untuk operasional termasuk membayar gaji.

Dia beralasan, banyaknya pemotongan yang dilakukan karena ACT bukanlah lembaga amal, melainkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Baca juga: ACT yang Tak Lagi Punya Izin Galang Dana...

"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag. Jadi ini yang perlu kami sampaikan untuk memahami posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap. ACT adalah NGO yang sudah berkiprah di 47 negara," ucap dia, Senin (4/7/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com