Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra RKUHP

Kompas.com - 05/07/2022, 00:40 WIB
Issha Harruma

Penulis

Sumber Kompas.com

Pada September 2019, Presiden Joko Widodo yang menggantikan SBY memutuskan untuk menunda pengesahan RKUHP dan memerintahkan peninjauan kembali pasal-pasal yang bermasalah.

Anggota DPR lalu secara resmi kembali melanjutkan pembahasan RKUHP bulan pada April 2020. Pembahasan pun terus bergulir hingga saat ini.

Secara umum, tidak ada perubahan substansi di dalam draf RKUHP yang disetujui pada tahun 2019. DPR menargetkan RKUHP disahkan bulan Juli 2022.

Namun, RKUHP kembali batal disahkan karena pemerintah masih melakukan sejumlah perbaikan dalam RKUHP.

Hingga kini, penolakan terhadap sejumlah pasal RKUHP yang dianggap bermasalah pun masih terjadi.

Baca juga: Ratusan Mahasiswa Geruduk Gedung DPRD Merauke, Tuntut Draf RKUHP Dibuka

Pasal kontroversial di dalam RKUHP

Salah satu yang menjadi sorotan adalah pasal tentang penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden atau wakil presiden.

Pemerintah menegaskan pasal ini perlu dipertahankan agar ada batasan dalam kebebasan berpendapat sehingga perilaku masyarakat tetap beradab.

Pemerintah pun memastikan adanya pasal ini tidak akan mengurangi hak masyarakat untuk berpendapat atau mengkritik kebijakan presiden dan pemerintah.

Aturan ini dibuat agar pendapat dan kritik yang disampaikan tidak bersifat menyerang harkat dan martabat presiden dan wakilnya.

Pemerintah juga mengusulkan agar pasal ini bersifat delik aduan dan bukan lagi delik biasa. Ancaman terhadap pelaku adalah paling lama 3,5 tahun penjara.

Namun, bagi sebagian pihak, pasal penghinaan presiden ini dinilai rentan digunakan untuk menyerang pihak-pihak yang berseberangan dengan kekuasaaan.

Pasal ini dianggap sebagai pasal karet karena dapat menimbulkan tafsir sesuka hati.

Pasal lain yang dianggap krusial, yakni terkait dengan penghinaan terhadap pemerintah yang sah serta penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.

Pasal ini dianggap dapat mengancam kebebasan berpendapat karena berpotensi menimbulkan multitafsir dan kesewenang-wenangan.

Selanjutnya, adalah pasal yang mengatur tentang hukum yang hidup di masyarakat.

Berdasarkan pasal ini, masyarakat dapat dipidana jika melanggar hukum yang berlaku di suatu daerah. Pasal ini pun dikhawatirkan akan memunculkan potensi kriminalisasi.

 

Referensi:

  • Sjahdeini, Sutan Remy. 2021. Sejarah Hukum Indonesia: Seri Sejarah Hukum (Edisi Pertama). Jakarta: Kencana
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com