Dalam implementasinya, Komnas HAM RI telah membentuk Tim Pemantauan Kekerasan Negara dan Masyarakat Sipil.
Tim ini dibentuk untuk mendata kekerasan yang dilakukan oleh aparat negara, memfokuskan pada lima isu utama terkait kekerasan terhadap masyarakat sipil dalam kurun waktu 2020 hingga 2021.
Tim mendata kekerasan yang dilakukan oleh Polri, TNI, lembaga pemasyarakat, dan Satpol PP.
Lebih spesifik, Komnas HAM mencatat 72 kekerasan oleh oknum polisi selama 2020 dan 55 kasus pada 2021.
Sedangkan kekerasan oleh oknum TNI sebanyak 10 kasus pada 2020 dan 11 kasus pada 2021.
Selanjutnya, Komnas HAM juga mencatat kekerasan oleh oknum petugas lembaga pemasyarakatan sebanyak dua kasus pada 2020 dan satu kasus pada 2021.
Terakhir, kekerasan terhadap warga sipil juga dilakukan oleh oknum anggota Satpol PP, yakni dua kasus pada 2020 dan satu kasus pada 2021.
Pemantauan ini dilakukan sebagai evaluasi dan menjadi dorongan agar aparat negara tidak melakukan tindak kekerasan yang menyakiti rakyat.
Setidaknya sebuah langkah untuk menghentikan atau paling tidak mengurangi maraknya budaya kekerasan dan penyiksaan dalam relasi aparat negara dengan rakyat, yang semestinya berbasis dialogis, solutif dan harmoni.
Tanggal 26 Juni dipilih oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena dua alasan.
Alasan pertama, pada 26 Juni 1945, Piagam PBB ditandatangani sebagai instrumen internasional pertama. Dengan ini, diwajibkan agar anggota PBB untuk menghormati dan memajukan hak asasi manusia.
Alasan kedua, pada 26 Juni 1987, Konvensi PBB menentang penyiksaan diberlakukan.
Keputusan PBB untuk memperingati Hari Peduli Korban Penyiksaan Internasional diberlakukan atas usul Denmark yang merupakan rumah Dewan Rehabilitasi Korban Penyiksaan Internasional (DRKPI). Hari Peduli Korban Penyiksaan Internasional pertama diperingati pada tahun 1998.
Penyiksaan hingga merendahkan martabat manusia serta penangkapan dan penahanan sewenang-wenang bukan hal yang baru.
Pelakunya bukan hanya dari kalangan masyarakat, namun juga dari kalangan pemerintah yang memerlukan perhatian dan ikhtiar kita semua untuk melawannya.
Menurut UNESCO, konflik atau perselisihan dalam kehidupan manusia mungkin tidak dapat dihindari, tetapi tidak dengan kekerasan.
Sehingga, nilai-nilai antikekerasan atau nilai-nilai perdamaian harus senantiasa ditanamkan pada diri generasi bangsa sejak dini, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sekolah.
Internalisasi nilai-nilai tersebut salah satunya tercermin di dalam prinsip disiplin positif yang dikembangkan dalam lingkungan masyarakat, sekolah bahkan di lingkungan kerja pemerintah.
Terkait penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, Tuan Guru Bajang (TGB) dalam salah satu nasihatnya yang sangat menyentuh, menyampaikan “amalan yang paling sederhana, tetapi memberikan dampak luar biasa bagi keselamatan manusia di akhirat, adalah jangan pernah menyakiti hati orang lain.”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.