Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Trias Kuncahyono
Wartawan dan Penulis Buku

Trias Kuncahyono, lahir di Yogyakarta, 1958, wartawan Kompas 1988-2018, nulis sejumlah buku antara lain Jerusalem, Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir; Turki, Revolusi Tak Pernah Henti; Tahrir Square, Jantung Revolusi Mesir; Kredensial, Kearifan di Masa Pagebluk; dan Pilgrim.

Pak Jokowi dan Ibu Mega

Kompas.com - 14/06/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HUBUNGAN antara Presiden Jokowi dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri, selalu menarik.

Menarik untuk diikuti dan diamati, terutama oleh para pengamat politik, para penggoreng isu-isu politik, juga para pemimpin atau anggota partai-partai lainnya.

Apalagi sekarang ini, di saat semua partai politik sudah mulai memersiapkan diri untuk bertarung pada Pilpres 2024.

Para pemimpin partai politik (parpol) mulai mengadakan “silaturahim” antar-mereka. Bahkan, sudah ada tiga partai yang membentuk koalisi. Tentu, tidak bagusnya relasi keduanya—andai itu terjadi—menguntungkan bagi partai lain.

Ada beberapa hal yang membuat menarik. Pertama, Pak Jokowi adalah petugas partai PDIP, Ibu Mega adalah Ketua Umum PDIP. Sebagai petugas partai, tentu Pak Jokowi tunduk dan taat pada Ketua Umum partai.

Akan tetapi, relasi itu berbeda di mana Pak Jokowi sebagai Presiden dan Ibu Mega sebagai Ketua Umum PDIP.

Kedua, hingga saat ini, PDIP belum menentukan calonnya untuk Pilpres 2024. Kata Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Kongres V PDIP di Denpasar Bali, 8-11 Agustus 2019, sudah memberikan hak prerogatif ketua umum untuk menentukan calon presiden dan calon wakil presiden.

Hanya saja—yang menjadi bahan gorengan—saat ini muncul dua nama (sekurang-kurangnya lewat berbagai survei dan deklarasi berbagai kelompok masyarakat) yang disebut-sebut oleh masing-masing pendukungnya sebagai calon kandidat presiden: Ketua DPR RI Puan Maharani dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Munculnya dua nama itu telah “menimbulkan” silang pendapat di dalam tubuh PDIP. Sekurang-kurangnya itu yang dibaca orang. Dan, keduanya "dibentur-benturkan" oleh pihak di luar partai.

Ketiga, sejak Pak Jokowi menghadiri Pembukaan Rakernas V Projo di Magelang, Sabtu (21/5/2022) Ganjar juga ada, muncul anggapan dan pendapat bahwa relasi antara Pak Jokowi dan Bu Mega, memburuk.

Sebab, pidato Pak Jokowi dibaca, dinterpretasikan sebagai memberikan sinyal dukungan kepada Ganjar Pranowo.

Pidato itu yang lalu dimainkan, dibumbui dan disimpulkan bahwa ada keretakan hubungan antara Pak Jokowi dan Ibu Mega.

Padahal, Pak Jokowi, pada hari Rabu (8/6/2022) meresmikan Masjid At-Taufiq di Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Pada saat itu, Pak Jokowi menandatangani prasasti peresmian masjid disaksikan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Sehari sebelumnya, Pak Jokowi dan Ibu Mega bertemu empat mata. Pertemuan itu dilakukan seusai Presiden Jokowi melantik Presiden RI Kelima Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Istana Negara, Jakarta.

Tetapi, hal itu tidak menghentikan penggorengan soal relasi Pak Jokowi dan Ibu Mega. Apalagi, Ibu Mega tampak tak hadir dalam sejumlah acara yang digelar Presiden Jokowi seperti pernikahan adiknya, Idayati, dengan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, hari Kamis (26/5).

Ibu Mega juga tak hadir dalam acara peringatan Hari Lahir Pancasila (1/6) di Ende, Nusa Tenggara Timur.

Padahal, menurut sejarah, di tempat itulah Bung Karno melakukan perenungan panjang mengenai Pancasila.

Keempat, munculnya berbagai pernyataan dari anggota DPR F-PDIP terkait soal calon kandidat presiden, seperti mempertegas kurang baiknya relasi Pak Jokowi dan Ibu Mega. Bahkan, banyak mendapat kesan ada perpecahan.

Untuk meredam isu tersebut Sekjen PDIP Hasto mengatakan,“Banyak yang tidak tahu, bahwa Ibu Mega dan Pak Jokowi secara periodik berbicara intens membahas persoalan bangsa dan negara. Semua dilakukan tertutup dalam suasana khusus agar mengalir gagasan jernih, mendalam, karena terkait masa depan bangsa dan negara.”

Penjelasan itu seperti dianggap tak cukup oleh mereka yang suka menggoreng isu.

Bahkan, Pak Jokowi di Lenteng Agung saat memberikan sambutan pada peresmian Masjid At Taufik, mengatakan, “Ibu Mega itu seperti ibu saya sendiri. Saya sangat, sangat, sangat menghormati beliau. Dan hubungan anak dengan ibu ini hubungan batin.”

Sebenarnya pernyataan Pak Jokowi tersebut menegaskan bahwa tidak ada persoalan dalam hubungan antara dirinya dengan Ibu Mega. Semuanya fine-fine saja. Istilahnya begitu.

Seorang Ibu

Pernyataan Pak Jokowi tersebut, sungguh dalam. Dalam struktur keluarga Jawa, interaksi anak banyak terjalin dengan ibu.

Hildred Geertz dalam buku Keluarga Jawa (1983) menulis dalam sebuah keluarga, peran ibu sangat penting. Ibu memiliki peran sebagai pusat keluarga.

Peran ibu sebagai pendidik pemula tidak hanya sekadar mendidik dan mengasuh, namun juga memberikan fungsi afeksi yang dapat berpengaruh pada kondisi mental anak.

Kata Kardinal Gaspard Mermillod (1824 – 1892), seorang ibu adalah dia yang dapat menggantikan semua yang lain, tetapi yang tempatnya tidak dapat diambil orang lain.

Oleh sebab itu, seorang penulis dan aktivis Amerika Sarah Josepha Buell Hale (1788-1879) mengatakan, tidak ada pengaruh yang sekuat ibu.

Maka Harry S Truman (1884 – 1972) presiden ke-33 AS yang menjabat dari 1945 – 1953 mengatakan, Ibu adalah segalanya—dia adalah hiburan dalam kesedihan kita, harapan dalam penderitaan, dan kekuatan dalam kelemahan.

Dia adalah sumber cinta, kasih sayang, simpati, dan ampunan. Orang yang kehilangan ibunya telah kehilangan jiwa murni yang selalu memberkati dan melindunginya.

Ibu adalah sosok yang “sakti”. Dalam bahasa Jawa disebut dengan malati, bertulah. Doa ibu untuk anaknya acap memiliki kemujaraban.

Terhadap perjalanan anak, restu ibu ibarat pembuka sekaligus pelapang jalan bagi anak untuk mencapai cita-cita. Ada beragam bentuk restu ibu. Maka surga pun ada di telapak kaki ibu.

Banyak legenda yang menceritakan tentang ibu yang sakti, yang omongannya malati. Misalnya, legenda Minangkabau mengenai sepata, kutukan Bundo terhadap Malin Kundang yang menjadi batu lantaran durhaka kepada ibu kandungnya.

Dongeng Joko Budheg berubah menjadi batu juga akibat terkena sepata embok, lantaran Joko tidak menyahuti panggilannya.

Dalam ungkapan yang indah Gibran Kahlil Gibran (1883-1931) penulis, penyair kondang asal Lebanon yang juga disebut filsuf mengatakan, “Ibu, kata terindah di bibir umat manusia.”

Karena itu, kalau Pak Jokowi mengatakan, “Ibu Mega itu seperti ibu saya sendiri. Saya sangat, sangat, sangat menghormati beliau. Dan hubungan anak dengan ibu ini hubungan batin,” adalah sungguh sangat dalam maknanya.

Pak Jokowi benar-benar bisa menempatkan diri di mana harus “duduk” dan berada, meskipun ia seorang presiden. Ibu sangat paham bahwa kadang-kadang anaknya "nakal", namun tidak akan meninggal ibu.

Taktik dan Strategi

Kata kuncinya adalah “hubungan batin”, seperti dikatakan Pak Jokowi. Suatu hal yang tidak diketahui kecuali oleh keduanya.

Seperti kata Hasto, keduanya secara periodik berbicara intens membahas persoalan bangsa negara.

Semua dilakukan tertutup dalam suasana khusus agar mengalir gagasan jernih, mendalam, karena terkait masa depan bangsa dan negara.

Barangkali, dalam hal calon yang akan dijadikan kandidat presiden pada Pilpres 2024, antara Pak Jokowi dan Ibu Mega, sama.

Kiranya keduanya hanya berbeda dalam hal taktik, tetapi sama dalam hal strategi. Taktik boleh berbeda, asal strategi tetap sama untuk tujuan yang sama.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan, taktik mempunyai empat arti, yakni muslihat, rencana atau tindakan yang bersistem untuk mencapai tujuan, pelaksanaan strategi, dan siasat.

Atau dengan kata lain, taktik adalah rencana atau tindakan yang bersistem untuk mencapai tujuan; pelaksanaan strategi; siasat.

Sedangkan strategi menurut KBBI, berarti: "1 ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa(-bangsa) untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai; 2 ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh dalam perang, dalam kondisi yang menguntungkan: sebagai komandan ia memang menguasai betul -- seorang perwira di medan perang; 3 rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus; 4 tempat yang baik menurut siasat perang."

Siapa pun calonnya yang akan diajukan PDIP nanti, antara Pak Jokowi dan Ibu Mega, bisa dikatakan ada kesatuan pikiran, hati, sikap, niat, dan tekad.

Keduanya, bersehati dan bertekad untuk mempertahankan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, melanjutkan pembangunan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat sesuasi dengan cita-cita para Bapak Bangsa, serta merawat, mempertahankan persatuan kesatuan bangsa dan negara.

Siapakah yang dinilai dan diyakini akan mampu dan bisa menjalankan itu semua? Hanya Ibu Mega yang tahu, sesuai dengan hasil Kongres V PDIP di Denpasar.

Tetapi, kata orang-orang tua, seorang ibu bisa mengerti sesuatu yang tidak dikatakan oleh anaknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com