Sesungguhnya umat Islam dan umat agama lain di Indonesia sejatinya tidak perlu lagi diajarkan tentang toleransi beragama.
Karena sudah sejak dahulu toleransi telah dipraktikkan bahkan diapresiasi dunia internasional.
Nilai profetik Islam tidak mengajarkan bermusuhan dengan lingkaran kekuasaan selama kekuasaan diarahkan untuk kepentingan rakyat, dapat berlaku adil kepada siapa pun yang melanggar aturan hukum, dapat menjaga harkat dan harmoni sesama manusia tanpa melihat suku, ras dan agama.
Karena setiap agama mengajarkan kebaikan, kedamaian, ketenangan dan hidup rukun antarsesama warga negara.
Pelibatan agama dalam politik oleh penganutnya secara ideal diharapkan untuk turut mengawal agar praktik politik sesuai dengan etika nilai luhur agama, membangun identitas dan solidaritas sosial atas dasar universalitas nilai agama.
Karena di sebagian besar negara di dunia, agama tidak bisa dipisahkan sepenuhnya dari negara, maka agama pun tidak bisa dipisahkan sepenuhnya dari politik termasuk di negara-negara barat yang sebagian besar penganut sekuler.
Politisasi SARA, terutama agama, selain rentan menimbulkan perpecahan, membuat masyarakat teralihkan dari yang seharusnya melihat kualitas serta program kandidat menjadi sekadar menengok identitas-identitas primordial.
Pancasila, sangat menghormati kedudukan agama. Agama bahkan sering dilibatkan dalam legitimasi politik untuk menjalankan fungsi-fungsi kenegaraan.
Namun, pelibatan agama dalam politik perlu diekspresikan dengan santun dan menegasikan prosesi politik negatif yang memiliki kecenderungan menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan.
Sehingga pelibatan agama sejatinya tidak menimbulkan perpecahan, kebencian dan konflik SARA.
Dalam konteks relasi agama dan politik, ajaran Islam sesungguhnya sudah jelas menyatakan keharusan berbuat adil termasuk terhadap kelompok yang tidak disukai (Q.S. al-Maidah: 8), larangan komersialisasi atau manipulasi ayat Al-Quran (Q.S. al-Baqarah: 41), larangan fitnah dan adu domba (Q.S. al-Qalam: 10-11 dan Q.S. al-Lumazah: 1), dan larangan mengolok-olok atau membenci kelompok lain (Q.S. al-Hujurat: 11 dan al-An’am: 108).
Agar relasi agama dan politik ada di jalan yang benar, maka diperlukan kesadaran semua pihak, terutama tokoh politik dan tokoh agama, akan pentingnya selalu menjaga persatuan bangsa.
Politisasi agama akan merendahkan posisi agama hanya sebagai alat memperoleh kekuasaan dan potensial menimbulkan konflik.
Bahkan potensial akan saling bunuh sesama anak bangsa yang seiman maupun yang berbeda iman karena politisasi agama ditumbuh suburkan.
“Wallaahu ya’lamu wa antum laa ta’lamun”. Ya Allah aku berlindung kepada kasih sayangMu. Dan dari gelapnya politik tanpa cahaya ilahi. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.