Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri PPPA: Vonis Mati Abah Heni Harus Jadi Momok Bagi Predator Anak

Kompas.com - 01/05/2022, 06:55 WIB
Mutia Fauzia,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga mengungkapkan, vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada Hendi (57) alias Abah Heni diharapkan bisa memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual.

"Kementerian PPPA berharap putusan ini menjadi momok bagi predator pelaku kekerasan seksual terhadap anak," kata Bintang dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (1/5/2022).

"Kita semua ingin kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dapat ditekan dan tidak terjadi lagi," lanjut dia.

Diketahui, putusan hukuman mati terhadap Abah Heni dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung.

Baca juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan

Dalam amar putusan, hakim Pengadilan Tinggi Bandung menyatakan terdakwa Hendi terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap lebih dari satu orang, sesuai Pasal 76D UU 35 tahun 2014 jo Pasal 81 Ayat 1, 2, 5 UU 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Para korban yang masih berusia 5 hingga 11 tahun mengalami luka di beberapa bagian tubuh, salah satunya terganggunya fungsi di bagian alat reproduksi.

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung ini menganulir vonis hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan yang diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Cibadak, Sukabumi.

Tidak hanya pada kasus Abah Heni, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung diketahui juga pernah menjatuhkan hukuman mati terhadap Herry Wirawan, pelaku pemerkosaan 13 santri di Bandung.

Adapun saat ini penasehat hukum Herry Wirawan tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Bintang melanjutkan, penerapan hukuman maksimal ini merupakan wujud komitmen negara terhadap pemberantasan kekerasan seksual. Meski, pihaknya juga terus berupaya melakukan pencegahan dibandingkan penghukuman.

"Saya selalu menyampaikan bahwa kekerasan seksual tidak bisa ditolerir karena merupakan pelanggaran terhadap kemanusiaan dan memberi dampak negatif terhadap psikis anak," ujar Bintang.

Baca juga: Abah Heni Pemerkosa 10 Bocah Perempuan di Sukabumi Divonis Mati

"Luka fisik, trauma seumur hidup, ketidakberdayaan, stigma dialami korban kekerasan seksual anak," lanjut dia.

Kementerian PPPA mencatat, Indonesia masih menghadapi tantangan atas tingginya kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni) Kementerian PPPA tahun 2021, kasus kekerasan terhadap anak tercatat 11.952 kasus.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 7.004 kasus merupakan kekerasan seksual anak.

Bintang pun mengungkapkan, dibutuhkan kerja sama semua pihak, mulai dari aparat penegak hukum, pemerintah pusat dan daerah, masyarakat dan orangtua untuk melakukan pencegahan sehingga dapat menurunkan angka kekerasan seksual anak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com