Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Pemberian THR untuk Pegawai Baru

Kompas.com - 13/04/2022, 07:10 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi hal yang dinanti bagi para pekerja. THR diberikan kepada pekerja atau karyawan swasta serta pegawai negeri sipil menjelang hari raya keagamaan.

Menurut pasal 5 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, waktu paling lambat pemberian THR adalah 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

Umumnya, pemberian THR adalah adalah bentuk uang yang disesuaikan dengan agama yang dianut pekerja. Namun, ada beberapa perusahaan memberikan THR kepada pekerjanya dalam bentuk kebutuhan pokok atau bahkan kombinasi keduanya.

Besaran THR yang didapat berbeda-beda sesuai kriteria karyawan. Hal itu berdasarkan Surat Edaran (SE) Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) Nomor M/1/HK.04/IV/2022 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2022 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Baca juga: Harus Kontan, Ini Ketentuan THR bagi Pekerja Kontrak, Tetap, dan Buruh Harian Lepas

Dalam SE itu juga dijelaskan jenis-jenis status pekerja yang berhak menerima THR. Selain pekerja atau karyawan tetap, mereka yang berhak mendapatkan THR adalah pekerja perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) ataupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), buruh harian, pekerja rumah tangga, pekerja outsourcing, tenaga honorer dan lain-lain.

Bagi pekerja atau karyawan yang sudah bekerja setahun penuh atau lebih, besar THR yang didapatkan adalah senilai satu kali gaji.

Sementara bagi mereka yang mempunyai masa kerja 1 bulan tetapi kurang dari 1 tahun, besaran THR yang diberikan dihitung secara proporsional.

Bagi pekerja harian lepas yang memiliki masa kerja 1 tahun atau lebih, THR diberikan menurut upah yang dihitung menurut berdasarkan rata-rata upah yang diterima selama 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.

Baca juga: Menaker: THR Tidak Boleh Dicicil!

Berdasarkan pasal 3 PP Nomor 6 Tahun 2016, besar THR Keagamaan dibedakan menjadi dua kelompok, yakni berdasarkan masa kerja para pekerja.

Bagi pekerja yang telah mencapai masa kerja selama 12 bulan atau lebih, maka pekerja tersebut berhak menerima THR sebesar satu kali gaji yang diterimanya setiap bulan.
Jika pekerja berstatus pekerja harian upah, maka besaran gaji per bulan dapat dihitung melalui rata-rata gaji yang diterima selama 12 bulan terakhir.

Aturan itu juga berlaku bagi karyawan dengan status PWKT dan PWKTT yang telah bekerja selama 12 bulan atau lebih.

Sedangkan bagi pekerja baru dengan masa kerja kurang dari 12 bulan atau minimal 1 bulan, THR akan diberikan secara porposional sesuai dengan masa kerjanya. Cara penghitungan besaran THR bagi karyawan baru adalah besaran gaji satu bulan dibagi 12 lalu dikali masa kerja.

Baca juga: Dorong Pembayaran THR 100 Persen, Anggota DPR: Pandemi Covid-19 Tak Boleh Lagi Jadi Alasan

Bagi pekerja harian dengan masa kerja kurang dari 12 bulan, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima setiap bulan selama masa kerja.

Dibayar penuh

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI Jamsos) Kemenaker, Indah Anggoro Putri, para pengusaha telah menyatakan kesanggupannya untuk membayarkan THR penuh tahun ini.

Sebab, kondisi perekonomian Indonesia perlahan mulai pulih meski masih dalam masa pandemi Covid-19.

Halaman:


Terkini Lainnya

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com