Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi: Larangan Ekspor Bahan Mentah Bauksit, Tembaga, hingga Timah Dilanjut, Digugat Terus di WTO Tak Apa-apa

Kompas.com - 11/03/2022, 11:58 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan akan melanjutkan kebijakan larangan ekspor bahan mentah berupa bauksit, tembaga, dan timah. Presiden menegaskan, tidak masalah jika kebijakan Indonesia itu digugat di Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO.

"Begitu kita bilang setop ekspor bahan mentah nikel, ya kita digugat sama Uni Eropa, belum rampung sampai sekarang. Ini belum rampung, saya sudah bilang bauksit tahun ini setop, biar digugat lagi," ujar Jokowi saat memberikan sambutan pada acara Dies Natalies ke-46 UNS Surakarta, Jawa Tengah, yang disiarkan secara virtual, Jumat (11/3/2022).

Baca juga: RI Digugat Terkait Larangan Ekspor Nikel, Jokowi: Kita Punya Argumentasi

"Bauksit setop, tahun depan setop tembaga atau timahnya. Biar digugat lagi. Enggak apa-apa kita digugatin terus. Belum tentu kita kalah, tapi belum tentu juga kita menang," lanjut Presiden yang mengundang tawa para hadirin.

Meski berpotensi digugat, Jokowi menilai keberanian menghentikan ekspor bahan mentah harus dilakukan. Jika pemerintah tidak mencoba, tidak akan pernah tahu langkah yang dilakukan benar atau salah.

Jokowi mengungkapkan, menghentikan ekspor nikel menjadi langkah yang benar. Sebab, nilai ekspor Indonesia bisa meningkat secara pesat.

"Kita setop ini (nikel) benar. Karena kita tahu (pendapatan) dari Rp 15 triliun melompat jadi Rp 300 triliun. Apa yang terjadi kalau ini kita setop semuanya? Investasi di dalam negeri akan naik tinggi sekali," ujar Jokowi.

"Yang dari luar masuk juga. Ada capital inflow yang itu juga akan memunculkan nilai tambah luar biasa," lanjut Presiden.

Dengan menghentikan ekspor sejumlah bahan mentah, Jokowi yakin sejumlah barang seperti litium baterai, kendaraan listrik, sodium ion, dan semikonduktor akan diproduksi di dalam negeri. Sebab, semua bahan baku tersedia di Tanah Air setelah ekspor bahan mentah dihentikan.

Jokowi juga menegaskan, kebijakan menghentikan ekspor bahan mentah tidak berarti Indonesia jadi negara tertutup.

"Saya sampaikan saat G20 di Italia, Indonesia ini tidak tertutup, kita ini terbuka. Tapi, jangan di tempatmu terus dong (produksi)," kata Presiden.

"Separuh bawa ke Indonesia atau semuanya bawa di Indonesia, kami terbuka. Bisa kamu kerja sama dengan BUMN kami. Bisa kamu kerja sama dengan swasta kami atau kamu sendirian juga tidak apa-apa, tapi di Indonesia," lanjut Jokowi.

Dia menyebutkan, ekspor bahan-bahan mentah dari Indonesia bisa membuahkan nilai tambah sebesar 14-20 kali lipat di negara-negara tujuan.

Baca juga: Usai Larangan Ekspor Nikel dan Bauksit, Timah dan Tembaga Menyusul Pada 2023

"Nilai tambahnya bisa 14 kali-20 kali lipat kalau kita hanya setor material. Enak banget (negara tujuan ekspor). Pajak mereka dapat, pembukaan lapangan kerja mereka dapat," ujar Jokowi.

"Terus kita dapat apa? Kita ditakut-takuti terus, tak gugat ke WTO, tak gugat ke WTO. Gugatlah," kata Jokowi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com