Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Dahlan Iskan, Benahi Jawa Pos Bermodalkan Amarah

Kompas.com - 08/02/2022, 13:33 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2011-2014, Dahlan Iskan, menceritakan awal mula dirinya menakhodai Jawa Pos.

Cerita itu disampaikan Dahlan dalam program Beginu di YouTube Channel Kompas.com yang dirilis pada Senin (7/2/2022).

Meski tak lagi menjadi bagian dari media asal Surabaya, Jawa Timur, itu, Dahlan mengenang masa-masa perjuangannya membangkitkan Jawa Pos dari keterpurukan.

Ia juga menolak jika disebut sebagai pendiri Jawa Pos karena koran itu telah didirikan oleh seorang pengusaha bernama The Chung Sen atau Soeseno Tedjo pada 1 Juli 1949.

“Pendirinya seorang pengusaha yang ada kaitannya dengan bioskop. Dia tukang kirim film ke bioskop. Karena sering pasang iklan di koran, beliau akhirnya tahu bahwa koran itu begitu,” ucap Dahlan.

Baca juga: Ide Ngawur Dahlan Iskan Bangkitkan Jawa Pos yang Hampir Mati

Dahlan mengungkapkan, The Chung Sen sebenarnya punya tiga orang anak yang tinggal di London.

Jelang hari tua, ia sempat meminta dua orang anaknya untuk memimpin Jawa Pos. Sayang, upaya itu tak membuahkan hasil.

Lantas dalam kondisi perusahaan yang kian memburuk dan usianya yang menginjak 90 tahun, The Chung Sen menjual Jawa Pos.

Jawa Pos kemudian dibeli oleh PT Gratifitti yang merupakan penerbit dari Majalah Tempo.

“Saya waktu itu wartawan Tempo, menjadi Kepala Biro Tempo Jawa Timur, ketika Jawa Pos dijual dan dibeli Grafitti, saya diminta memimpin itu,” kata Dahlan.

“Jadi saya tidak menemukan (Jawa Pos), saya mendapatkan,” sebutnya.

Baca juga: Teka-teki Ciputra Beli Saham Jawa Pos hingga Menko Perekonomian yang Pasrah, 5 Berita Populer Ekonomi

Dahlan kemudian menjadi orang nomor 1 di Jawa Pos pada tahun 1982, kala itu ia baru berusia 31 tahun.

Tantangan pertama yang dihadapinya adalah membawa perubahan di Jawa Pos, baik dari sisi jurnalisme maupun aspek bisnisnya.

Dahlan menuturkan, punya banyak amarah pada nilai jurnalisme di Jawa Pos yang terkumpul sejak dirinya menjadi wartawan Tempo.

Sebab, Dahlan selalu membaca Jawa Pos setiap hari untuk mencari ide liputan yang berbeda untuk Majalah Tempo.

Sebagai wartawan Tempo dan pembaca Jawa Pos, Dahlan mengaku geram dengan kualitas jurnalisme dan wartawan di Jawa Pos saat itu.

“Jadi tidak pernah ada berita di Jawa Pos yang dicari oleh wartawannya. Berita itu selalu ketika ada acara atau konferensi pers. Ini terus di mana fungsi wartawannya?” tutur dia.

Baca juga: Sejarah Mobil Listrik di Dunia, Plus Cerita Tucuxi Dahlan Iskan

Amarah Dahlan itu diakuinya menjadi modal utama untuk membenahi Jawa Pos. Dahlan sempat berandai-andai jika diminta mengelola koran itu, langkah apa saja yang akan diambilnya untuk membawa perubahan.

“Seandainya saya kelola koran ini akan saya beginikan, beginikan. Tapi tidak menyangka bahwa suatu saat saya diserahi itu (mengelola Jawa Pos),” papar dia.

“Ketika pada akhirnya diserahi itu sebetulnya sudah penuh kemarahan di kepala saya, pada kondisi jurnalismenya,” sambungnya.

Setelah Dahlan memimpin, ia melakukan perubahan besar. Para wartawan Jawa Pos mesti berburu berita sendiri tanpa banyak mengandalkan rilis atau acara seremonial pemerintah.

Baca juga: Suar Muntah Darah, Kisah Dahlan Iskan Menjadi Penyintas Kanker Hati

Ia juga berpegang pada tagline Jawa Pos yaitu “selalu ada yang baru.”

Untuk Dahlan, sebuah kemajuan tidak bisa diraih jika tidak menjadi pembeda.

“Tidak mungkin bangkit kalau kita melakukan apa yang orang sudah lakukan. Ciri bangkitkan melanjutkan sesuatu yang baru,” imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com