JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban melalui akun Twitternya mengungkap lima jenis obat yang sebelumnya sempat digunakan untuk menangani pasien Covid-19 namun kini terbukti tidak bermanfaat.
Kelima obat tersebut yakni Ivermectin, Klorokuin, dan Oseltamivir. Selain itu juga plasma konvalesen dan Azithromycin.
"Untuk Oseltamivir dan Azithromycin itu ada lima perhimpunan profesi yang menyatakan bahwa itu tidak boleh dipakai lagi, di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), telah mendengar itu, dan tidak lagi membolehkan pemakaian itu," ujar Zubairi ketika dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (6/2/2022).
Baca juga: 71 Persen Pasien Covid-19 yang Dirawat di RS OTG dan Bergejala Ringan
Adapun lewat akun Twitternya @ProfesorZubairi, ia menjelaskan, Azythromycin tidak bermanfaat sebagai terapi Covid-19 baik skala ringan serta sedang, kecuali ditemukan bakteri selain virus penyebab Covid-19 di dalam tubuh pasien.
Sementara itu, Oseltamivir merupakan obat untuk influenza dan tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan bisa digunakan untuk pengobatan Covid-19.
"Bahkan WHO sudah menyatakan obat ini tidak berguna untuk Covid-19. Kecuali saat Anda dites terbukti positif influenza, yang amat jarang ditemukan di Indonesia," kata Zubairi lewat akun Twitternya.
Obat-obat yang dulu dipakai untuk Covid-19 dan kini terbukti tidak bermanfaat, bahkan menyebabkan efek samping serius pada beberapa kasus:
-Ivermectin
-Klorokuin
-Oseltamivir
-Plasma Convalescent
-Azithromycin.....
— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) February 5, 2022
Baik Oseltamivir dan Azithromycin tak lagi digunakan sebagai terapi pasien Covid-19 sejak tahun lalu.
Dalam Revisi Protokol Tata Laksana Covid-19, lima organisasi profesi kedokteran tak lagi memasukkan obat ini dalam standar perawatan pasien Covid-19.
Di antaranya terdiri dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Baca juga: Pasien Omicron Kini Bisa Isolasi di Rumah, Berapa Lama Durasinya?
Sementara itu, terkait dengan terapi plasma konvalesen Zubairi mengungkapkan, selain tidak bermanfaat, pemberian plasma konvalesen juga mahal dan prosesnya memakan waktu.
"Mungkin saya juga pernah bilang plasma konvalesen bermanfaat, tapi itu tadi yang dibilang evidence based medicine. Di awal-awal kan kita tidak tahu apa-apa, kemudian penelitian makin lengkap. Pada waktu penelitian makin lengkap, saat pengobatan sudah ratusan ribu, ternyata enggak ada gunanya," kata Zubairi.
WHO sendiri telah mengeluarkan larangan penggunaan plasma konvalesen sebagai terapi bagi pasien Covid-19 bergejala ringan atau sedang.
Baca juga: Panduan Telemedisin untuk Pasien Isoman: Syarat dan Cara Penggunaan
Hal yang sama juga berlaku untuk klorokuin.
Zubairi menjelaskan, klorokuin banyak digunakan untuk perawatan pasien Covid-19 di China pada masa awal penularan penyakit akibat virus SARS-CoV-2 tersebut.
Namun demikian, obat tersebut kini telah terbukti tak bermanfaat untuk penanganan pasien Covid-19.
"Memang sudah dipakai oleh ratusan ribu orang di dunia. Namun terbukti malah berbahaya untuk jantung. Manfaat antivirusnya justru enggak ada. Jadi, klorokuin tidak boleh dipakai lagi," jelas Zubairi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.