Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Pimpinan KPK dan 44 Tokoh Nasional Galang Petisi Tolak IKN Nusantara

Kompas.com - 06/02/2022, 07:13 WIB
Irfan Kamil,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas dan 44 tokoh lainnya menggalang petisi menolak pemindahan dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, di Kalimatan Timur.

Adapun petisi penolakan IKN Nusantara yang diprakarsai oleh Narasi Institute itu digalang melalui situs charge.org dan ditujukan oleh presiden Joko Widodo, DPR, DPD dan MK.

"Saya satu komitmen nilai dengan mereka untuk tegas bersikap yang memihak rakyat sebagai pemegang daulat yang dihinakan dalam proses-proses politik pengesahan Undang-Undang IKN," ujar Busyro, melalui keterangan tertulis, Sabtu, (5/2/2022).

Baca juga: Jokowi Disebut Akan Kemah di Titik Nol IKN, Istana: Masih Dibahas

Dilihat Kompas.com pada pukul 06.30 WIB, petisi dengan judul "Pak Presiden, 2022-2024 bukan waktunya memindahkan ibu kota Negara" itu sudah ditandatangani oleh 7.515 orang.

Selain eks pimpinan KPK, ada juga nama Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia sekaligus suami Meutia Hatta, Sri Edi Swasono juga mendukung petisi tersebut.

Kemudian, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin hingga ekonom senior, Faisal Basri.

Baca juga: Ramai-ramai Pindah ke IKN Mulai 2024, dari Jokowi, ASN, sampai TNI-Polri

Dalam petisi tersebut, para inisiator penolak IKN Nusantara mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk mendukung ajakan tersebut agar Presiden Jokowi menghentikan rencana pemindahan dan pembangunan Ibu kota Negara di Kalimantan.

Mereka menilai, pemindahkan Ibu kota Negara ke Kalimantan di tengah situasi pandemi Covid-19 tidak tepat.

"Apalagi kondisi rakyat dalam keadaan sulit secara ekonomi, sehingga tak ada urgensi bagi pemerintah memindahkan ibu kota negara," tulis petisi tersebut.

Para tokoh dalam petisi itu mendorong pemerintah untuk fokus menangani varian baru Covid-19 omicron yang membutuhkan dana besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Mereka juga menilai, pembangunan Ibu Kota Negara di saat seperti ini hendaknya dipertimbangkan dengan baik. Sebab, Indonesia memiliki utang luar negeri yang besar, defisit APBN besar diatas 3 persen dan pendapatan negara yang turun.

Baca juga: Belum Genap Sebulan Disahkan, Kini UU IKN Digugat ke MK

Sementara itu, infrastruktur dasar lainnya di beberapa daerah masih buruk, sekolah rusak terlantar dan beberapa jembatan desa terabaikan tidak terpelihara.

"Adalah sangat bijak bila Presiden tidak memaksakan keuangan negara untuk membiayai proyek tersebut," tulis Petisi tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com