JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik kerangkeng di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin terus berkembang. Selain dinyatakan sebagai tempat rehabilitasi ilegal, kerangkeng yang telah ada selama 10 tahun itu juga disebut-sebut menjadi tempat tinggal para pekerja kebun dan perusahaan sawit milik sang bupati yang tak dibayar upahnya.
Beberapa lembaga bahkan menyebut terdapat perbudakan modern terhadap orang-orang yang ditahan pada kerangkeng itu.
Namun, hal itu dibantah oleh Suparman Perangin-angin yang menyebut dirinya sebagai pengawas/pembina warga yang ditahan di kerangkeng manusia milik Terbit Perangin-angin tersebut.
Bahkan menurut Suparman, orang-orang yang ditahan di dalam kerangkeng tersebut akan dipekerjakan di kebun sawit sesuai keahlian.
"Kalau diberitakan seperti di TV, ada perbudakan modern tidak benar. Jadi di sini mereka dibina berdasarkan keahlian mereka. Misal dia punya bengkel las, kalau memungkinkan, dia akan dikaryawankan (di perusahaan sawit milik bupati nonaktif langkat," ujar Suparman seperti dikutip dari program AIMAN di Youtube KompasTV, Selasa (1/2/2022).
Menurut penjelasan dirinya, warga yang sudah 'lulus' dari kerangkeng tersebut akan dipekerjakan di perusahaan atau kebun sawit Terbit Perangin-angin sesuai dengan keahlian mereka.
Beberapa bekerja sebagai sopir, tukang angkut sawit, atau karyawan lain.
"Tapi itu sudah digaji nanti kalau sudah jadi 'alumni'," kata Suparman.
Suparman pun membenarkan saat Aiman menegaskan kepada dirinya mengenai jumlah karyawan di kebun dan perusahaan sawit Terbit Perangin-angin sebagian besar berasal dari warga yang pernah ditahan di kerangkeng manusia itu.
Baca juga: LPSK Belum Bisa Intervensi Beri Perlindungan Korban dan Saksi Kerangkeng Bupati Langkat
Selain itu, ia juga mengatakan, tak semua yang 'dititipkan' oleh keluarga di tempat penahanan ilegal tersebut adalah pecandu narkoba.
Suparman sendiri mengaku, dirinya pernah ditahan di kerangkeng manusia milik Terbit Perangin-angin pada 2020-2021 lalu.
"Saya karena kejahatan lain, berjudi. Dari 2020-2021. Saya kemudian ditunjuk jadi pengawas, mengawasi orang ini, melihat kondisi kesehatan, kalau ada yang sakit laporin klinik dekat sini," ujar Suparman.
Pernyataan Suparman tersebut kontras dengan temuan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komnas HAM.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, pihaknya telah menemukan pola kekerasan, pelaku, dan cara yang digunakan terhadap tahanan di kerangkeng manusia Terbit Perangin-angin.
Temuan tersebut didapatkan dari beberapa keterangan saksi yang mengetahui tindak kekerasan pada kerangkeng yang disebut-sebut sebagai tempat rehabilitasi tersebut.
"Kami menemukan pola bagaimana kekerasan berlangsung, siapa pelakunya, bagaimana caranya, menggunakan alat atau tidak. Itu juga kami temukan terkadang menggunakan alat," kata Anam dalam keterangan videonya, seperti dikutip pada Senin (31/1/2022).
Baca juga: LPSK: Tak Ada Kegiatan Rehabilitasi di Kerangkeng Bupati Langkat
Choirul pun mengungkapkan, berdasarkan keterangan yang didapatkan Komnas HAM oleh lebih dari dua orang saksi, juga ditemukan lebih dari satu kasus kematian akibat kekerasan tersebut. Namun, ia tak mengungkapkan berapa jumlah pasti dari korban kekerasan yang terjadi di kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat itu.
"Memang kematian tersebut ditimbulkan oleh tindak kekerasan. Bagaimana kondisi jenazah? Kami sudah mendapat keterangan dari lebih dari dua saksi. Jadi jelas, kekerasan terjadi di sana, korbannya banyak, termasuk di dalamnya kekerasan yang menimbulkan hilangnya nyawa dan jumlah lebih dari satu yang hilang nyawa," kata Anam.
Sementara itu, LPSK menemukan setidaknya tiga dugaan pidana setelah melakukan investigasi langsung di Kabupaten Langkat.
Pertama, dugaan penghilangan kemerdekaan orang atau beberapa orang. Tindak pidana tersebut pun dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang secara tidak sah.
"Sehingga oleh orang yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penghilangan kemerdekaan tersebut. Dan ini bisa disebut penyekapan," jelas Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo.
Baca juga: Ini Temuan LPSK soal Keanehan di Kerangkeng Rumah Bupati Langkat
Kedua, terdapat dugaan tindak pidana perdagangan orang. Hal ini berkaitan dengan dugaan pendayagunaan orang-orang yang berada di dalam kerangkeng untuk melakukan pekerjaan di perkebunanan sawit.
"Atau perusahaan yang dimiliki terduga pelaku secara paksa dan barangkali tidak memenuhi aturan-aturan di dalam ketenagakerjaan," jelas Hasto.
Yang terakhir yakni terkait dengan praktik rehabilitasi ilegal. Hal tersebut pun telah dikonfirmasi oleh pihak Badan Narkotika Nasional (BNN).
"Dan kita lihat bahwa memang kenyataan melalui televisi itu fasilitas yang ada di dalam kerangkeng atau di dalam penjara ini tidak memenuhi standar baik sebagai penjara atau sebagai pusat rehabilitasi," ujar Hasto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.