JAKARTA, KOMPAS.com - Kantor Staf Presiden (KSP) mengutuk keras dugaan praktik perbudakan oleh tersangka suap Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin.
Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, pemerintah akan memastikan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik tersebut mendapat hukuman setimpal.
"Kami akan memastikan tersangka mendapatkan hukuman seberat-beratnya,” kata Jaleswari melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (25/1/2022).
Baca juga: KPK Akui Temukan 2 Kerangkeng Manusia Saat Akan Tangkap Bupati Langkat
Atas dugaan kejahatan ini, kata Jaleswari, Terbit melanggar berbagai perundang-undangan. Terkait kasus suap, Terbit berpotensi dijerat pasal KUHP dan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, mengenai dugaan perbudakan, Terbit bisa disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Tortureand Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Anti Penyiksaan) yang diratifikasi Indonesia setelah memasuki masa reformasi 1998.
Jaleswari pun mengaku prihatin atas munculnya dugaan kejahatan ini.
"Saya tidak membayangkan kejahatan perbudakan seperti yang dilakukan bertahun-tahun oleh Bupati Langkat tanpa diketahui masyarakat, dan ini adalah tahun 2022,” ujarnya.
Jaleswari mengaku, dirinya sangat mengapresiasi masyarakat yang melapor ke Migrant Care yang kemudian meneruskannya ke Komnas HAM.
Ia juga berterima kasih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berhasil menjaring Terbit melalui operasi tangkap tangan (OTT).
"Saya berharap aparat penegak hukum mendengar suara hati dan rasa keadilan masyarakat dengan menghukum seberat-beratnya pelaku praktik korupsi dan perbudakan” kata mantan peneliti LIPI ini.
Baca juga: Terkuaknya Kerangkeng Manusia Milik Bupati Nonaktif Langkat yang Terjaring OTT KPK
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.