Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

2022, Pandemi atau Kontestasi?

Kompas.com - 29/12/2021, 10:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAHUN ini akan segera kita lalui dan tinggal menghitung hari. Tahun 2022 yang dianggap sebagai tahun harapan akan segera kita jelang.

Dua tahun ini, 2020 dan 2021 negeri ini berjibaku melawan gelombang pandemi dan tekanan ekonomi. Indonesia memang tak sendiri. Hampir semua negara di dunia mengalami kondisi itu dengan tingkat yang bervariasi.

Menjelang tutup tahun ini, pandemi mulai agak terkendali. Angka kasus positif Covid-19 dan jumlah orang meninggal dunia akibat terpapar virus SARS-Cov-2 juga tak lagi tinggi. Tak hanya itu, tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit juga berkurang signifikan. Hal yang sama juga terjadi di lokasi-lokasi karantina pasien Covid-19, termasuk Wisma Atlet.

Baca juga: KALEIDOSKOP 2021: Solidaritas di Tengah Pandemi Covid-19, Saat Warga Tergerak Bantu Sesama

Pandemi (masih) menghantui

Namun kita belum bisa bernapas lega. Pasalnya, virus ini masih ada dan bisa ‘menggila’ kapan saja. Pandemi belum berhenti dan masih terus membayangi.

Omicron, varian baru dari mutasi virus ini sudah terdeteksi masuk ke Indonesia dan menginfeksi sejumlah warga. Hingga Selasa (28/12/2021) sudah ada 47 orang yang terinfeksi varian baru dari virus yang mulai terdeteksi ada di Indonesia pada Maret 2020.

Varian baru Covid-19 ini dikhawatirkan akan memicu gelombang ketiga pandemi di negeri ini. Pasalnya, virus ini dianggap sangat mudah menyebar dan menular serta bisa menginfeksi orang yang sudah vaksin dua kali.

Kecemasan banyak kalangan ini beralasan. Karena, kerumunan dan mobilitas orang diyakini akan tinggi selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) karena tak ada regulasi yang menghalangi.

Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri memang sudah menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) terkait upaya pengendalian penyebaran Covid-19 selama libur Nataru.

Namun, aturan yang diniatkan untuk menggantikan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini dianggap tak bisa membatasi berbagai kerumunan dan lalu lalang orang. Hal ini bisa dilihat dari ramainya sejumlah destinasi wisata, tempat hiburan dan pusat perbelanjaan.

Tahun politik

IlustrasiKOMPAS Ilustrasi
Selain pandemi yang masih membayangi dan upaya memulihkan ekonomi, tahun 2022 diyakini akan riuh dan gaduh dengan kontestasi. Meski pemilihan presiden (pilpres) masih dua tahun lagi, namun aroma persaingan dan gesekannya diprediksi akan mulai terjadi.

Peta politik nasional juga bisa mengalami kontraksi dan ini bisa memengaruhi formasi koalisi partai-partai politik pendukung Jokowi.

Aroma persaingan dan gesekan terkait konstestasi ini sebenarnya sudah tercium beberapa bulan jelang akhir tahun ini. Hal ini bisa dilihat dari maraknya deklarasi dan pernyataan dukungan pada sejumlah politisi yang dianggap memiliki kans dan peluang untuk menang. Tak hanya itu, kampanye hitam juga mulai bertebaran.

Baca juga: Nasib Penanganan Pandemi di Tengah Kontestasi

Korupsi dan politik uang diprediksi akan terjadi terkait gelaran pesta demokrasi lima tahunan itu. Ongkos politik yang mahal diyakini akan membuat para politisi, khususnya yang menjadi pejabat mengingkari sumpah dan janji. Itu dilakukan demi bisa ‘membeli’ kursi agar syarat untuk maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden bisa terpenuhi.

Presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang tinggi dituding sebagai biang keladi rusaknya demokrasi. Pasalnya, aturan ini dinilai menghambat dan menghalangi munculnya calon-calon pemimpin bangsa yang mumpuni karena terkendala syarat jumlah kursi.

Aturan itu membatasi jumlah pasangan capres-cawapres yang bisa berkontestasi. Karena selain PDI-P, partai-partai lain harus membangun koalisi agar syarat minimal 20 persen dari jumlah kursi di DPR-RI atau 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR RI sebelumnya bisa terpenuhi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com