Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Beri Rekomendasi kepada KPI atas Kasus Dugaan Perundungan dan Pelecehan Seksual

Kompas.com - 29/11/2021, 15:58 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengeluarkan rekomendasi atas kasus dugaan perundungan dan pelecehan seksual yang dialami pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, MS.

Rekomendasi itu berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM dan diberikan kepada Ketua KPI Pusat, Agung Suprio.

Komnas HAM menemukan dugaan pelanggaran hak asasi dalam kasus MS.

“Ketua KPI Pusat harus memberi dukungan kepada MS baik secara moral ataupun mekanisme kebijakan dalam rangka pemulihan korban,” ujar Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat. Senin (29/11/2021).

Baca juga: Komnas HAM Sebut Pegawai KPI MS Alami Tiga Bentuk Pelanggaran Hak Asasi

Kemudian, Komnas HAM mendesak KPI untuk kooperatif dengan kepolisian dalam mempercepat proses penegakan hukum.

Beka juga menyampaikan, Ketua KPI Pusat harus menindak tegas bawahannya yang terbukti melakukan pelanggaran berupa perundungan dan pelecehan seksual.

“Selain itu juga mengeluarkan kebijakan yang melarang adanya perundungan, pelecehan dan kekerasan di lingkungan KPI Pusat,” kata dia.

Dari sisi pencegahan, Beka menerangkan, KPI perlu membuat pedoman, edukasi, monitoring hingga evaluasi terkait penanganan dan pemulihan tindak perundungan dan kekerasan seksual.

“Serta menyiapkan anggaran sarana, prasarana dan perangkat birokrasi di lembaga KPI yang mendukung pencegahan dan penanganan tindak perundungan, pelecehan, dan kekerasan seksual di tempat kerja serta pemulihan korban,” imbuhnya.

Baca juga: Komnas HAM: KPI Gagal Ciptakan Lingkungan Kerja yang Aman dari Pelecehan Seksual

Terkait kasus MS, Komnas HAM menyimpulkan KPI gagal memberikan jaminan atas lingkungan kerja yang sehat, nyaman, dan aman dari tindakan perundungan dan pelecehan seksual.

Beka menjelaskan, kesimpulan itu berdasarkan tiga indikator. Pertama tidak ada perangkat dan pedoman terkait pencegahan perundungan dan pelecehan seksual.

Dua, kebiasaan melakukan perundungan yang dianggap lelucon dan bahan candaan di lingkungan kerja divisi Visual Data KPI Pusat.

Tiga, akibat kebiasaan itu, Komnas HAM menduga bahwa perundungan sebenarnya terjadi tidak hanya pada MS, namun juga pegawai lainnya.

Hanya saja perkara itu tidak diungkap karena perundungan seolah-olah telah menjadi kebiasaan untuk saling mengakrabkan antar-pegawai.

Baca juga: Nasib Korban Pelecehan Seksual KPI, Dinonaktifkan dan Dapat Surat Penertiban

Adapun perkara MS mencuat setelah pengakuannya melalui keterangan tertulis viral di media sosial sejak 1 September lalu.

MS mengaku telah mengalami perundungan sejak 2015, kemudian pelecehan seksual pada 2017. Ia lantas melaporkan lima rekannya ke Polres Metro Jakarta Pusat.

Saat ini perkara MS masih diselidiki oleh kepolisian. Sementara Komnas HAM melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran hak asasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com