Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK: UU Cipta Kerja Harus Dinyatakan Cacat Formil

Kompas.com - 25/11/2021, 18:24 WIB
Sania Mashabi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat formil.

Salah satu alasannya, karena dalam proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak melibatkan partisipasi publik yang maksimal sebagai salah satu syarat pembentukan UU yang baik.

"Menimbang bahwa seluruh pertimbangan hukum di atas oleh karena terhadap tata cara pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar serta sistematika pembentukan undang-undang," kata hakim konstitusi Suhartoyo dalam sidang yang disiarkan secara daring, Kamis (25/11/2021).

Baca juga: MK Tegaskan UU Cipta Kerja Tetap Berlaku sampai Dilakukan Perbaikan dalam Waktu 2 Tahun

Menurut MK, terjadi perubahan penulisan terhadap subtansi terkait persetujuan bersama DPR dan presiden, dan bertentangan dengan asas-asas peraturan perundang-undangan.

"Maka Mahkamah berpendapat proses pembentukan Undang-Undang Nomor 11/2020 adalah tidak memiliki ketentuan berdasarkan Undang-Undang 1945 sehingga harus dinyatakan cacat formil," ucap dia.

Terkait asas keterbukaan, Mahkamah menilai, memang benar pembentuk undang-undang sudah melakukan beberapa pertemuan dengan kelompok masyarakat.

Namun, pertemuan itu belum membahas naskah akademik dan materi perubahaan yang akan dimuat dalam UU Cipta Kerja.

Baca juga: Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, MK Dinilai Tidak Berani Lurus dan Tegas

"Terlebih lagi naskah akademik dan rancangan UU Cipta Kerja tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat," kata hakim Suhartoyo.

"Padahal berdasarkan Pasal 96 Ayat 4 Undang-Undang 12/2011 akses terhadap Undang-Undang diharuskan untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan atau tertulis," ujarnya.

Selain itu, dalam pertimbangannya, Mahkamah juga menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.

Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan UU Cipta Kerja inkostitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.

Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkostitusional bersyarat secara permanen.

Baca juga: MK: UU Cipta Kerja Sulit Dipahami, Ini UU Baru, Perubahan, atau Pencabutan?

Adapun perkara itu diajukan oleh lima penggugat terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta 3 orang mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito.

Sebagai pemohon I, Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas khawatir berlakunya UU Cipta kerja dapat menghapus ketentuan aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Kerugian hak konstitusional Hakiimi antara lain seperti terpangkasnya waktu istirahat mingguan, menghapus sebagian kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh, menghapus sanksi bagi pelaku usaha yang tidak bayar upah.

Kemudian, pemohon II yakni Novita Widyana yang merupakan pelajar, merasa dirugikan karena setelah lulus ia berpotensi menjadi pekerja kontrak tanpa ada harapan menjadi pekerja tetap.

Sementara pemohon III, IV dan V yang merupakan mahasiswa di bidang pendidikan Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito merasa dirugikan karena sektor pendidikan masuk dalam UU Cipta Kerja.

Mereka menilai dengan masuknya klaster pendidikan di UU Cipta Kerja bisa membuat pendidikan menjadi ladang bisnis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com