Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ishaq Zubaedi Raqib
Mantan Wartawan

Ketua LTN--Infokom dan Publikasi PBNU

Ketika Rais Aam NU Me-nasakh Sekjen NU

Kompas.com - 22/11/2021, 16:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Harusnya happy

Jamaknya, setiap menjelang muktamar, ramai diskursus terkait draft sumbangan pemikiran NU untuk umat. Karena pengaruhnya yang besar, nyaris semua stakeholder memberi perhatian.

NU jadi media darling bukan hanya karena apa saja yang datang darinya selalu layak berita, tapi juga karena apa yang diputuskan NU lewat muktamar berimplikasi kepada umat.

Inilah yang membuat warga, para pengurus dari tingkat ranting, majelis wakil cabang, cabang, wilayah hingga pusat, seperti berlomba. Mereka bersatu kata dan tindakan menyiapkan apapun untuk perhelatan lima tahun sekali.

Di forum ini, nahdliyin nahdliyat bisa tabarrukan, menatap langsung, bertemu dan menjabat tangan para kiai, ulama, habaib dari seluruh penjuru tanah air.

Mereka selalu "happy" di muktamar. Inilah bursa gagasan terbuka yang dapat dinikmati, bukan hanya oleh warga NU, tapi juga masyarakat umum.

Bukalah catatan pada muktamar-muktamar lalu, Anda akan mendapati nama-nama beken, bahkan dari luar negeri, terlibat dalam hiruk pikuk.

Misalnya, Prof Mitsuo Nakamura dari Chiba Jepang atau Prof Martin van Bruinedsen dari Utrech Belanda. Keduanya rutin mengunjungi muktamar.

Gairah menunda

Tapi itu dulu. Saat pandemi belum datang. Begitu wabah bergelombang menyergap, semua pihak, termasuk para pengurus NU dari semua tingkatan, tampak tergagap.

Jam'iyyah belum sepenuhnya menyediakan soft procedure, baik di anggaran dasar apalagi dalam anggaran rumah tangga. Terutama pasal yang bersifat operate untuk mengantisipasi berbagai kedaruratan, seperti Covid-19.

Mereka kaget dan tidak siap. Bukan cuma terlihat dari sikap pengurus di tingkat bawah, tapi lebih-lebih di jajaran PBNU.

Seabad silam, flu Spanyol menyerang. Tatanan kehidupan di dunia terdampak serius. Seratus tahun kemudian, alias menjelang seabad NU, pandemi muncul lagi.

Wabah memaksa muktamar ditunda berkali-kali. PBNU 2015-2020 belum juga demisioner.

Padahal, ini sudah di penghujung 2021 dan akan segera memasuki tahun 2022.

Ketika Pemerintah memutuskan penggunaan status PPKM Level 3 secara nasional, untuk periode 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022, muktamar kembali terancam.

Mayoritas cabang dan wilayah terpukul. Cemas dan khawatir menggantung seperti mendung yang tebal. Ditunda lagi kah?

Situasi batin itu segera ditangkap Rais Aam Syuriyah, KH Miftachul Akhyar. Sebagai top leader organisisasi, Kyai Mif--sapaan KH Miftachul Akhyar, memanfaatkan banyak wasilah untuk menemukan jalan keluar.

Termasuk menyimak pesan dari langit lewat munajat, istikharah, riyadhah khusus, dan lain-lain. Dalam situasi darurat, kepemimpinan Syuriyah akan muncul.

Berbeda sacara diametral dengan Tanfidziyah. Cara merespons dan menjawab persoalan, justru menyelisihi sudut pandang Syuriyah.

Begitu Pemerintah menaikkan levelling ke PPKM 3 secara nasional pada tanggal muktamar, Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini bersikap. Ada sengatan gairah. Helmy mewacanakan muktamar ditunda lagi hingga 31 Januari 2022.

"PBNU nanti akan memutuskan jadwalnya kapan, meskipun sudah banyak aspirasi yang menyampaikan aspirasi bahwa hendaknya diundur bertepatan dengan hari baik, yaitu tanggal 31 Januari 2022, di mana bertepatan dengan harlah NU," kata Sekjen PBNU, Helmy Faishal Zaini saat dihubungi, Kamis (18/11/2021).(Kompas.com, Kamis, 18 November 2021 | 10:33 WIB)

Baca juga: Ada Rencana PPKM Level 3, Muktamar Ke-34 NU Ditunda

Ada apa?

Ada apa sebenarnya dengan PBNU saat ini?

PB yang sudah melewati masa khidmahnya. Menjelang muktamar yang ke-34, ada sejumlah tanya tak terjawab. Terutama relasi kuasa antarelite di tubuh jam'iyyah.

Tidak seperti organisasi sosial keagamaan lainnya, roda riasah NU dikendalikan sepenuhnya oleh Syuriyah. Orang nomor satu di Syuriyah disebut dengan nomenklatur Rais Aam.

Duduk di dewan ini, para ulama berpengaruh, kyai khos, dan habaib senior. Sosok-sosok yang sudah "selesai" dengan dirinya. Mereka adalah benteng moral. Autad rohani jama'ah dan jam'iyyah NU.

Pengarah, pengayom dan pelindung bagi ratusan juta umat Islam penganut mazhab ahlus sunnah wal jama'ah an nahdliyah. Dalam menjalankan fungsi-fungsi ini, Syuriyah memiliki "alat" bernama Tanfidziyah.

Untuk memudahkan dan mengikat hubungan kerja organisasi antara Syuriyah dengan Tanfidziyah, maka tersedia sebuah "lembaga" bernama Katib Aam.

Dua jabatan ini, Rais Aam dan Katib Aam, menjadi simbol eksistensi organisasi para ulama tersebut. Semua keputusan dan pelaksanaan program, harus diketahui dan disetujui Rais Aam dan Katib Aam.

Terlebih agenda seserius muktamar. Institusi tertinggi jam'iyyah. Forum ini, bukan hanya berfungsi menyusun program kerja dan menyesuaikan haluan serta garis perjuangan organisasi, tapi juga sangat berkuasa mengganti Ketua Umum Tanfidziyah dan semua alat kelengkapannya.

Muktamar, bahkan berwenang memilih anggota AHWA, untuk mengamanahi seorang kyai senior menjadi Rais Aam.

Maka, menjadi pertanyaan, bagaimana bisa seorang fungsionaris di PBNU, punya kewenangan mewacanakan penundaan muktamar sebelum diputuskan oleh Rais Aam?

Sangat boleh jadi, tidak semua masyarakat paham bahwa PBNU itu terdiri atas dua dewan kepengurusan: Syuriyah dan Tanfidziyah. Syuriyah posisinya meng- atasi Tanfidziyah.

Sejak berdiri pada 1926, NU telah meneguhkan diri berada di bawah komando para ulama. Sangat mudah dipahami kenapa organisasi ini dinamai Nahdlatul Ulama alias "kebangkitan ulama."

Demikian sakralnya maqam tersebut, Rais Aam pertama, KH Hasyim Asy'ari sebagai pendiri NU, bahkan berjuluk "Rais Akbar NU." Selanjutnya, dipilih sesuai kriteria yang disepakati.

Rais Aam me-nasakh

Dalam hubungan organisatoris itulah, ada yang menarik dicermati dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsi masing-masing jabatan di PBNU.

Terkait keputusan penundaan ketiga muktamar ke-34 oleh Sekjen PBNU, Helmy Faishal Zaini, telah menyulut api ketidaksukaan sejumlah pengurus NU dari tingkat wilayah hingga cabang. Secara jahriyan, mereka berbaris, berdiri di belakang Rais Aam.

Dalam sebuah dawuh-nya, dengan dasar membantu menuntaskan wabah Corona dan taat pemerintah, Kyai Mif meminta penyelenggaraan muktamar NU dipercepat. Bukan 23-25 Desember 2021.

Baca juga: Rais Aam PBNU: Kalau Muktamar Maju Positif, kalau Mundur Negatif

 

Seperti sebuah sabda yang ditunggu-tungu, seruan Kyai Mif disambut suka cita oleh mayoritas pengurus wilayah. Meski datang berlelah-lelah dari pelosok negeri, mereka rela "ngumpul", membuat kebulatan tekad.

Mereka datang untuk mengamankan amanat Rais Aam soal muktamar yang dipercepatan ke 17-19 Desember 2021.

Tak kurang dari 27 pengurus dan fungsionaris PWNU se Indonesia memaknai keinginan Rais Aam tersebut, sebagai amar yang me-nasakh (mengeliminir, mengganti, atau menganulir) keputusan penundaan muktamar yang diumumkan oleh Sekjen PBNU.

Mereka cemas, setelah 2 Januari 2022, justru tak tersedia kepastian soal wabah. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com