Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelebihan Bayar Insentif untuk 8.961 Nakes, BPK: Terjadi Duplikasi Data di Kemenkes

Kompas.com - 01/11/2021, 18:38 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman mengatakan, pihaknya menemukan adanya kelebihan pembayaran insentif kepada 8.961 orang tenaga kesehatan (nakes) dari dana yang dikelola Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Menurut Agung, kelebihan pembayaran insentif tersebut akibat kesalahan teknis saat penarikan basis data usulan insentif nakes dari aplikasi yang dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM (PPSDM) Kesehatan.

"Terjadi duplikasi data penerima insentif dan data ini dijadikan dasar nakes sehingga terjadi kelebihan pembayaran untuk 8.961 nakes," kata Agung saat konferensi pers di Gedung BPK RI Jakarta, Senin (1/11/2021) dikutip dari Antara.

Baca juga: Kelebihan Insentif Nakes Tak Ditarik Kembali, Menkes: Tak Perlu Khawatir

Agung mengatakan, besaran dana insentif yang diterima 8.961 nakes bervariasi yaitu antara Rp 178.000 hingga Rp 50 juta per orang.

Ia juga mengatakan, para penerima insentif tersebut bertugas di rumah sakit pemerintah pusat, swasta, TNI-Polri, dan BUMN lewat penganggaran di Kemenkes.

Adapun, atas permasalahan tersebut, Badan PPSDM Kesehatan telah melakukan kompensasi pembayaran masing-masing nakes selama periode 1 Januari 2021 sampai dengan 19 Agustus 2021.

Agung mengatakan, pihaknya juga merekomendasikan Badan PPSDM Kesehatan untuk memproses sisa kelebihan pembayaran insentif nakes yang masih ada per September 2021.

Untuk faskes pelayanan COVID-19 yang dibiayai oleh APBD (RSUD dan puskesmas), kata Agung, sumber dana insentif nakes pelayanan Covid-19 dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah, bukan melalui DIPA Kementerian Kesehatan.

Baca juga: 4.240.019 Kasus Covid-19 di Tanah Air dan Permintaan Maaf Kemenkes soal Insentif Dobel Nakes


Hasil pemeriksaan BPK ini merupakan bagian dari pemeriksaan atas pengelolaan pinjaman luar negeri Indonesia Emergency Response to Covid-19 Tahun 2020-2021 pada Kementerian Kesehatan.

"Tujuan pemeriksaan ini adalah memberikan penilaian atas kepatuhan program dalam mencapai Disbursement Linked Indicator (DLI)/Disbursement Linked Result (DLR) pinjaman luar negeri Indonesia Emergency Response to COVID-19 Tahun 2020 sampai 2021," ujar Agung.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya tidak akan menarik kembali kelebihan bayar insentif bagi nakes tersebut.

"Keputusan yang kami ambil, diskusi bersama teman-teman Badan Pemeriksa Keuangan RI adalah tidak menarik kembali (kelebihan transfer) tetapi melakukan kompensasi. Kalau ditarik kembali kasihan," kata Budi.

"Buat para nakes, saya titip tidak perlu khawatir, duitnya tidak akan ditarik kembali tetap konsentrasi kerja dan semoga sehat selalu," sambungnya.

Baca juga: Sejumlah Pemda di Kalsel Tunggak Pembayaran Insentif Nakes, Total Rp 39 M Belum Dibayarkan

Budi mengatakan, pihaknya bersama BPK melakukan mekanisme kompensasi dengan mempertimbangkan bahwa para nakes tersebut masih terus bekerja di fasilitas layanan kesehatan.

Persoalan tersebut, kata dia, ke depannya akan diselesaikan dengan tata kelola keuangan yang lebih baik yaitu melalui mekanisme sistem keuangan yang sudah dikembangkan oleh Kemenkes.

"Dengan adanya pengawasan BPK ini kita menjadi lebih tahu ada data yang salah sehingga terjadi duplikasi di laporan, jadi kita perbaiki dan ke depan jadi lebih baik," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com