Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Nilai Sekda Lebih Tepat Jabat Pj Kepala Daerah Dibanding TNI/Polri

Kompas.com - 12/10/2021, 15:55 WIB
Sania Mashabi,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai, sebaiknya yang menjadi penjabat (Pj) kepala daerah bagi gubernur/wali kota yang masa jabatannya habis pada 2022-2023 adalah sekretaris daerah (sekda).

Hal itu, kata dia, bisa dilakukan apabila pemerintah tetap tidak ingin menggunakan opsi menormalkan jadwal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke tahun 2022-2023.

"Pilihan yang lebih kondusif ya sudah di setiap daerah itu kan kalau provinsi sekda itu JPT madya atau jabatan pimpinan tinggi madya," kata Titi dalam diskusi daring, Selasa (12/10/2021).

"Kalau di kabupaten/kota sekda itu jabatan pimpinan tinggi pratama. Mereka saja yang langsung menjadi penjabat kepala daerah," kata dia.

Baca juga: KPU Buka Opsi Mundurkan Pilkada ke 2025

Menurut Titi, apabila masih khawatir sekda akan menimbulkan konflik kepentingan di pilkada, baiknya yang dilakukan adalah memperkuat pengawasan, baik dari pemerintah pusat, Komite Aparatur Sipil Negara (KASN), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Ombudsman, dan perangkat negara lainnya.

"Jadi pengawasan yang optimal dan proporsional dari pemerintah," ujar dia.

Sementara itu, terkait wacana menjadikan TNI/Polri sebagai Pj kepala daerah, Titi menilai hal tersebut ibarat membuka kotak pandora.

Menurut dia, apabila TNI/Polri menjadi kepala daerah, akan menggoda mereka masuk dalam ekses atau hal yang melampaui batas secara lebih luas.

"Penjabat kepala daerah TNI/Polri aktif bisa jadi kotak pandora membuka, kotak pandora yang menggoda pada ekses yang lebih luas," ujar dia. 

Titi mengatakan, memberikan toleransi dan upaya memberi legitimasi lebih besar pada keterlibatan TNI/Polri di politik dengan argumen kompetensi, kapasitas, profesional dan lain-lain harus dihindari.

Baca juga: Wacana Penjabat Kepala Daerah dari TNI/Polri, Perludem: Jangan Goda Mereka

Ia mengatakan, penghindaran tersebut merupakan bagian dari amanat dari reformasi, terutama terkait dwifungsi TNI/Polri.

"Bukan kita ingin mendelegitimasi peran TNI/Polri. Peran TNI/Polri sangat legitimate di bidang pertahanan, pengayoman, masyarakat dan penegakan hukum," ujar dia. 

"Oleh karena itu, karena legitimasinya ada di sana. Jangan kemudian membuka kotak pandora untuk menarik-narik mereka, menggoda mereka untuk memberikan misalnya toleransi atau perlakuan yang lebih permisif pada ekses politik praktis," kata dia.

Titi menegaskan, hal ini bukan menjadi keraguan pada legitimasi peran TNI/Polri, tetapi justru sebagai penghormatan dan menjaga muruah TNI/Polri sebagai penjaga pertahanan, pengayoman dan penegakan hukum di masyarakat.

Baca juga: Wacana Penunjukan TNI-Polri Jadi Pj Gubernur, Kemendagri: Kami Belum Bahas

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Benny Irwan mengatakan, saat ini pihaknya belum membahas mengenai wacana penunjukan perwira TNI-Polri sebagai Pj kepala daerah. Dalam hal ini, khusus sebagai Pj gubernur.

"Hingga saat ini Kemendagri belum membahasnya. Saat ini masih fokus untuk mempersiapkan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2024," ujar Benny saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (27/9/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com