Perubahan nama ini didasari dengan banyaknya laskar-laskar perjuangan dan barisan bersenjata yang dibentuk oleh rakyat Indonesia di daerah masing-masing.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia ingin menegaskan bahwa satu-satunya organisasi militer di Indonesia adalah TRI.
Namun, TRI juga tidak berlangsung lama, pada 3 Juni 1947, Presiden Soekarno kembali mengubah nama TRI menjadi TNI.
TNI sendiri merupakan hasil peleburan dari berbagai laskar perjuangan dan barisan bersenjata TRI.
Setelah berdiri, kiprah TNI langsung diuji dengan munculnya berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Dari dalam negeri, TNI menghadapi berdimensi politik maupun dimensi militer. Rongrongan politik bersumber dari golongan komunis yang ingin menempatkan TNI di bawah pengaruh mereka.
Sedangkan tantangan berdimensi militer terjadi ketika TNI menghadapi pergolakan bersenjata di beberapa daerah dan pemberontakan PKI di Madiun serta Darul Islam (DI) di Jawa Barat.
Seiring waktu, angkatan perang dan institusi kepolisian kemudian disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republika Indonesia (ABRI) pada tahun 1962.
Baca juga: Peringati HUT ke-76, TNI Bakal Pamerkan 112 Alutsista di Sekitar Istana Merdeka
Menyatunya kekuatan angkatan bersenjata di bawah satu komando saat itu diharapkan dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya.
Namun, setelah ABRI muncul, tantangan kembali datang. Puncaknya ketika terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S).
Pergolakan politik di Tanah Air pada 1998 turut berimbas pada institusi ABRI. Pada 1 April 1999, Pemerintah Indonesia resmi memisahkan unsur yang ada di dalam ABRI, yakni TNI dan Polri.
Kedua institusi ini kemudian menjalan roda organisasinya secara masing-masing. Hal itu terjadi hingga kini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.