Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Publik Dinilai Perlu Menghukum Parpol yang Kadernya Korupsi

Kompas.com - 27/09/2021, 12:01 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio berpendapat, masyarakat perlu 'menghukum' partai-partai yang kadernya kerap melakukan korupsi dengan tidak memilih partai tersebut pada pemilihan umum.

Sebab, kata Hendri, berulangnya kasus korupsi yang menjerat kader sebuah partai tidak berdampak besar terhadap elektabilitas sebuah partai.

"Kalau memang masyarakat tidak ingin koruptor menjadi pejabat di Indonesia, ya begitu ada pejabat Indonesia atau petinggi partai politik yang partai politiknya korupsi, langsung kita hukum, kita jangan pilih, bahkan kita tinggalkan partai politik itu," kata Hendri saat dihubungi, Senin (27/9/2021).

Baca juga: Hilangnya Demokratisasi Internal Dinilai Jadi Penyebab Banyak Kader Parpol Korupsi

Menurut Hendri, hal tersebut merupakan salah bentuk kontribusi masyarakat dalam memberantas korupsi di Indonesia.

Adapun hal ini disampaikan Hendri saat merespons dampak kasus korupsi dua kader Partai Golkar, Azis Syamsuddin dan Alex Noerdin, terhadap elektabilitas partai tersebut.

Hendri menuturkan, kasus korupsi yang menimpa kader dalam kasus sebelumnya, tidak akan berdampak secara langsung pada elektabilitas partai.

Berdasarkan riset yang dilakukan Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi), kata Hendri, korupsi itu hanya akan berdampak pada elektabilitas kader yang sudah dinyatakan bersalah.

"Jadi orang-orang yang sudah kena korupsi di KPK, maju lagi ke anggota DPR itu juga akan sulit untuk mendapatkan suara. Tapi partainya aman saja, selama langsung memberikan ultimatum tegas kepada si kader yang korupsi," ujar Hendri.

Menurut Hendri, masyarakat kini belum sadar untuk 'menghukum' partai-partai politik yang kadernya melakukan korupsi. Sehingga elektabilitas partai tidak terpengaruh saat kadernya tersandung korupsi.

"Sekarang ini kesadarannya masih kurang, buktinya kan di berbagai hasil survei kita lihat siapa partai politik yang paling tinggi itu," kata dia.

Seperti diketahui, Azis yang merupakan wakil ketua DPR ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dalam penanganan perkara di Kabupaten Lampung Tengah.

Ia ditahan sejak Sabtu (25/9/2021) dini hari setelah dijemput oleh penyidik KPK sehari sebelumnya.

Baca juga: Pengamat: Golkar Sudah Imun terhadap Korupsi

Sementara, Alex Noerdin yang merupakan mantan Gubernur Sumatera Selatan dan eks wakil ketua Komisi VII DPR terjerat dua kasus korupsi sekaligus.

Pertama, pada Kamis (16/9/2021), ia ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas bumi oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan tahun 2010-2019.

Lalu, pada Rabu (22/9/2021), Alex ditetapkan sebagai tersangka korupsi terkait pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com