Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadli Zon Usul Dilakukan Referendum untuk Tahu Apakah Amendemen Perlu atau Tidak

Kompas.com - 11/09/2021, 16:11 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menilai polemik terkait amendemen UUD 1945 lebih baik diselesaikan dengan cara referendum.

Menurut Fadli Zon meski dalam Pasal 37 UUD 1945 dikatakan bahwa amendemen merupakan kewenangan MPR, namun masyarakat perlu dilibatkan untuk memberi pendapat apakah referendum mesti dilakukan atau tidak.

“Karena sekarang ini ada semacam disconnection antara wakil rakyat yang dipilih rakyat dengan kepentingan-kepentiangan yang sudah tidak lagi dalam kepentingan rakyat,” tutur Fadli dalam Forum Diskusi Salemba yang diadakan secara virtual, Sabtu (11/9/2021).

Dalam pandangannya, wacana amendemen UUD 1945 telah bergeser tidak lagi melihat kepentingan masyarakat, namun menjadi kepentingan partai politik.

“Misalnya direduksi sekedar kepentingan parpol, jadi bukan kedaulatan rakyat tapi kedaulatan parpol. Sehingga untuk keputusan yang lebih besar, kalau memang amendemen sekarang, ya referendum saja,” kata dia.

Baca juga: HNW: Bu Megawati Menyampaikan Tak Setuju Adanya Amendemen untuk Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Referendum adalah salah satu cara mengembalikan suara rakyat itu, apakah memang memerlukan (amendemen) konstitusi kita, karena menyangkut masa depan seluruh masyarakat Indonesia,” jelasnya.

Fadli tak yakin bahwa amendemen UUD 1945 hanya akan berhenti pada pemberian kewenangan MPR untuk membuat Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Sebab saat ini isu yang berkembang terkait amendemen UUD 1945 juga terkait dengan penambahan masa jabatan presiden atau jabatan presiden lebih dari dua periode.

“Tentu itu dapat menjadi pertanyaan besar dan (menimbulkan) konrofersi yang baru,” terang Fadli.

Fadli menambahkan, tidak ada urgensi yang mesti menjadi alasan untuk MPR melakukan amendemen UUD 1945.

“Jawaban saya sih sebetulnya tidak ada urgensinya dalam konteks itu melakukan amendemen. Karena kita ini politik kan, dalam politik kepentingannya apa?,” sebut dia.

Fadli menegaskan bahwa PPHN tidak menjamin akan membantu jalannya pemerintahan yang optimal.

Baca juga: Waketum PAN: Karena Ada Kondisi yang Tidak Normal, Sebaiknya Tidak Usah Amendemen

Masyarakat, lanjut dia, juga akan menolak adanya amendemen UUD 1945 karena tidak sejalan dengan situasi dan prioritas yang harus dikedepankan pemerintah saat ini.

“Menghadapi pandemi Covid-19 yang belum selesai, persoalan ekonomi yang masih tidak jelas, dan juga cara berpikir kita tentang PPHN ini seolah berbagai macam kebijakan tidak jalan karena tidak ada PPHN, saya kira perlu kita challenge, kita pertanyakan,” pungkas dia.

Wacana amendemen UUD 1945 kembali muncul setelah Ketua MPR Bambang Soesatyo menyampaikan bahwa MPR perlu diberi kewenangan untuk membuat PPHN.

Bambang beralasan PPHN dibuat untuk menentukan pedoman atau arah penyelenggaraan negara. Maka Bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.

Hingga kini wacana ini masih terus menjadi polemik, banyak pihak beranggapan amendemen UUD 1945 masih belum perlu dilakukan saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok 'E-mail' Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok "E-mail" Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com