Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waketum PAN: Karena Ada Kondisi yang Tidak Normal, Sebaiknya Tidak Usah Amendemen

Kompas.com - 11/09/2021, 14:24 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi menilai amendemen UUD 1945 tidak perlu dilakukan saat ini.

Sebab, menurut Viva, saat ini Indonesia masih berhadapan dengan pandemi Covid-19 dan fokus pada pemulihan ekonomi.

“Masyarakat masih menderita karena kebijakan pembatasan pergerakan masyarakat, sehingga berpengaruh pada variabel ekonomi, sehingga menyebabkan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat berdampak yang tidak normal,” jelas Viva dalam Forum Diskusi Salemba yang diadakan secara virtual, Sabtu (11/9/2021).

“Oleh karena itu karena ada kondisi yang tidak normal sebaiknya tidak usah dilakukan amendemen,” sambung dia.

Viva mengatakan banyak isu berkembang terkait dengan amendemen UUD 1945 pasca-PAN memutuskan untuk menjadi partai koalisi.

Baca juga: Ingatkan Kudeta Guinea, Fraksi Golkar di MPR Nilai Tak Ada Jaminan Amendemen Mulus

Ia menampik hal tersebut dengan menegaskan bahwa dalam sejarah PAN sebenarnya selalu menjadi partai koalisi pemerintah.

“Saya tegaskan bahwa sejak tahun 1999 pasca pemerintahan Orde Baru, PAN itu selalu jadi partai koalisi partai pemerintah. Mulai (dari) Presiden BJ Habibie, Ibu Megawati, SBY, Abdurrachman Wahid, sampai Pak Jokowi periode pertama,” terang dia.

Viva menceritakan dalam pemerintahan Jokowi periode pertama, PAN adalah partai koalisi. Namun akhirnya memutuskan mundur jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

“Karena ada perbedaan dalam pilihan pasangan capres dan cawapres. Jadi bukan soal khianat, tapi menjaga moral politik karena berbeda pilihan politik,” imbuh dia.

Diketahui wacana amendemen UUD 1945 muncul kembali ketika Ketua MPR Bambang Soesatyo pada 18 Agustus 2021 lalu menyatakan bahwa amendemen perlu dilakukan.

Bambang menuturkan amendemen dilakukan untuk memberikan kewenangan bagi MPR untuk menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Baca juga: Sejarah Amendemen UUD 1945 dari Masa ke Masa...

Dalam pandangannya, PPHN dibutuhkan untuk pedoman atau arah penyelenggaraan negara. Maka Bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.

“Ada arah yang jelas ke mana bangsa ini akan dibawa oleh para pemimpin kita dalam 20, 30, 50, hingga 100 tahun yang akan datang,” kata Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com