Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Ketika “Sense of Crisis” Hanya Sekadar Jargon

Kompas.com - 18/08/2021, 16:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Keberhasilan seorang pemimpin diukur dari kemampuannya dalam menyejahterakan umat yang mereka pimpin."

KETIKA Presiden Indonesia keempat Abdurrahman Wahid sedang menuliskan pesan tersebut, tentu ia tidak sedang berada di podium lintasan balap mobil formula listrik di Ibukota Jakarta atau menjadi saksi rusaknya rem mobil dinas Gubernur Sumatera Barat.

Namun yang jelas, pemikiran Gus Dur kerap melampui zamannya dan kontekstual dengan fenomena yang terjadi sekarang.

Di saat wabah corona belum bisa diprediksi kapan tamatnya serta kebangkitan perekonomian kapan bisa terjadi sesegera mungkin, rasa kemanusian kita seperti terusik jika melihat ada elite-elite memamerkan keangkuhan kekuasaannya.

Presiden Joko Widodo sendiri meminta semua jajarannya untuk mengedepankan “sense of crisis” mengingat pandemi masih terjadi (Kompas.com, 16 Juli 2021).

Baca juga: Jokowi Minta Menteri Harus Miliki Sense of Crisis Saat Kondisi Darurat

 

Capaian target angka nasional vaksinasi seolah terus berlomba dengan tingkat kematian yang rata-rata seharinya menyentuh angka di atas 1.000 jiwa. 

Angka kematian harian kasus Covid di Indonesia, kini selalu menjadi pemuncak dunia. Jauh mengalahkan negara-negara lain. Berita-berita lara masih terus menyeruak dalam kehidupan kita.

Nun di barat Sumatera, seorang gubernur dan wakilnya terpaksa harus ganti kendaraan dinas karena mobil dinas yang lama remnya blong. (Kompas.com, 17 Agustus 2021).

Mungkin rakyat Sumatera Barat harus bisa diajak mengerti jika kendaraan dinas yang dimiliki kepala daerahnya hanya sebiji. Kalau itu terjadi, sungguh miris dengan ketersediaan kendaraan operasional yang dimiliki pemerintahan provinsi Sumatera Barat.

Pengalaman saya yang kerap berinteraksi dengan kepala daerah di sejumlah wilayah, rata-rata kendaraan dinas yang melekat di level bupati dan walikota berkisar dari dua hingga empat mobil.

Sementara untuk tingkat gubernur bisa mencapai empat hingga enam kendaraan. Mengingat istri kepala daerah juga merangkap sebagai ketua tim penggerak pembina kesejahteraan keluarga (TP PKK) dan ketua dewan kerajinan nasional daerah (Dekranasda), maka soal pemakaian kendaraan dinas kerap berbagai dengan suaminya yang kepala daerah.

Itulah alasan kenapa jumlah mobil dinas yang berada di lingkungan kepala daerah, umumnya berjumlah lebih dari satu kendaraan.

Hanya saja, pembelian kendaraan dinas baru di saat pandemi yang masih belum tertangani dengan baik di Sumatera Barat sangatlah tidak elok.

Apalagi kalau hanya rem yang blong, mulai dari bengkel resmi hingga bengkel lainnya pasti sanggup untuk memperbaikinya.

Atau mengalihkan saja untuk sementara mobil dari dinas-dinas yang ada untuk keperluan kepala daerah jika ada keperluan yang mendesak, umpamanya.

Data pantauan Covid per tanggal 17 Agustus 2021 dari laman resmi Pemrov Sumatera Barat, dari 478 kasus suspect masih 100 yang dirawat di rumah sakit dan 378 yang isolasi mandiri. Total yang meninggal sudah menyentuh angka 1.828 jiwa (corona.sumbarprov.go.id).

Sumatera Barat juga tercatat sebagai salah satu provinsi yang capaian angka vaksinasinya masih rendah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com