Pandemi tidak saja meninggalkan kesedihan yang tiada akhir tetapi juga menggoreskan nestapa bagi anak-anak yang ditinggal wafat orangtuanya.
Hingga 4 Agustus 2021, Pemrov DKI “baru” akan mendata jumlah anak yatim piatu yang orang tuanya meninggal akibat terpapar Covid. Seperti kita ingat, wabah ini mulai berjangkit di tanah air – termasuk Jakarta – sejak Maret 2020.
Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Premi Lasari mengakui Pemrov DKI belum menyentuh data anak-anak yatim piatu yang orangtuanya wafat terpapar Covid.
Pemprov DKI Jakarta “akan” melakukan penelitian terlebih dahulu untuk memastikan jumlah anak yatim piatu yang bertambah di tengah pandemi (Kompas.com, 04/08/2021).
Seperti di kalangan akademis, begitu kata “penelitian” yang muncul maka terbayang berapa lama lagi waktu yang dihabiskan untuk menuntaskan penelitian.
Untuk data jumlah anak-anak yang menjadi yatim piatu karena orangtuanya wafat terpapar Covid di Sumatera Barat, sementara ini belum terlacak.
Diperkirakan ada puluhan bahkan ratusan anak menjadi yatim piatu di Sumatera Barat jika merujuk angka kematian total yang mencapai 1.828 jiwa sejak pandemi terjadi.
Bicara andai-andai, mungkin saja cara Walikota Madiun, Jawa Timur yang memiliki mobil logistik berisi sembako untuk kebutuhan hidup anak-anak yatim piatu korban Covid bisa dijadikan rujukan.
Mobil ini setiap hari keliling ke seantero kota Madiun untuk memastikan 166 anak yatim piatu karena orang tuanya wafat terpapar Covid mendapat suplai makanan yang bergizi (Kompas.com,14 Agustus 2021).
Baca juga: Di Madiun Ada Mobil yang Pastikan Makanan Anak Yatim Piatu karena Covid-19
Atau kiat Bupati Banyuwangi yang memastikan 394 anak yatim piatu tidak boleh telantar dalam pendidikan dan kebutuhan hidupnya (radarbanyuwangi.jawapos.com), 13 Agustus 2021).
Program Banyuwangi Cerdas, program Siswa Asuh Sebaya, Rantang Kasih misalnya dimaksudkan untuk mencegah ada anak-anak telantar karena orangtuanya wafat terlebih disebabkan wabah corona.
Sengaja saya tidak menyebut langkah-langkah yang diambil Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Jawa Barat, atau Jawa Timur dalam penanganan anak-anak yatim piatu karena Covid untuk menghindari kesan adanya syak wasangka dalam tulisan ini.
Saya hanya menekankan kepada dampak sosial akibat Covid yang sangat rentan bagi anak-anak yang masih membutuh kasih sayang dan kepedulian dari kita bersama.
Saya membayangkan, sekali lagi andai-andai, jika pendanaan untuk balapan formula atau biaya pembelian mobil dinas dialihkan untuk penanganan anak-anak yatim piatu karena Covid.
Dengan anggaran sebesar pelaksanaan formula balap listrik, berapa banyak anak yatim piatu terentaskan nasibnya?
Dengan mengalihkan biaya untuk membeli mobil dinas kepala daerah ke pembelian mobil seperti milik Kota Madiun, berapa buah mobil yang bisa dipakai untuk mengirimkan makanan bagi anak yatim piatu?
Saatnya kita harus membiasakan diri mengubah “sense of crisis” tidak sekadar jargon kosong tetapi menjadi tekad penguat untuk tindakan nyata.
Ibu....
Aku kumal tanpa belaimu
Tubuhku kecil dekil
Yang rindu sentuhan jarimu nan mungil
Yang menyeka tiapku berduka
Yang tertawa kala kubahagia...
Ayah...
Aku dingin, di mana kau yang selalu menyelimuti
Kekar lenganmu adalah sandaran
Jika ku letih atau kesusahan
Rejekimu yang kumakan
Kini...
Ku mengadu di nisan sepi
Dinginku hangatkan sendiri
Sakitku meratap sunyi
Ayah...Ibu...
Batapa sombong duniakan diri
Tak kenal lapar
Yang kukenyangkan dengan mata nanar
Pada dua nisan aku berpesan
Betapa perih hidup kesendirian
Ada pinta yang tak bersuara
Ya Allah pertemukan kami kembali di surga
Akulah si anak yatim juga piatu
Terbasahnya nisan kalian karena air mataku
Ayah...Ibu.....
(Anak Yatim Piatu – Sang Pribumi)