Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Sebulan, LaporCovid-19 Terima 136 Laporan Penundaan Insentif Tenaga Kesehatan

Kompas.com - 06/08/2021, 15:00 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada periode 30 Juni-31 Juli 2021, koalisi LaporCovid-19 menerima 136 laporan mengenai insentif tenaga kesehatan yang belum dibayarkan.

Ratusan laporan tersebut berasal dari tenaga kesehatan yang bertugas di rumah sakit milik pemerintah maupun rumah sakit milik swasta.

Laporan tersebar dari berbagai provinsi, antara lain Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Selatan, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Jambi, Bali, Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.

"Artinya semua fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) bisa saja mengalami penundaan pembayaran insentif ini," kata Anggota Tim Advokasi LaporCovid-19 Firdaus Ferdiansyah, dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (6/8/2021).

Baca juga: Amnesty: 21.424 Tenaga Kesehatan Alami Penundaan hingga Pemotongan Insentif

Firdaus mengatakan, dari 79 tenaga kesehatan yang melapor, 50 orang di antaranya terpapar Covid-19.

Hal ini, kata dia, menunjukkan bahwa tenaga kesehatan berisiko tinggi terpapar Covid-19.

"Namun, mereka belum mendapatkan insentif yang seharusnya diberikan pemerintah sesuai amanat Kepmenkes No.HK.01.07/Menkes/2539/2020," ujarnya.

Selain itu, Firdaus mengatakan, pemotongan insentif oleh pihak manajemen fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) masih terus terjadi.

"Misalnya, nakes (tenaga kesehatan) di Puskesmas di mana insentif yang sudah diterima di rekening masing-masing harus ditarik oleh Puskesmas lalu dibagi rata dengan seluruh pegawai," ucapnya.

Berdasarkan laporan tersebut, Firdaus mendorong pemerintah dapat mempermudah alur perbaikan data pribadi yang belum disesuaikan.

Ia mengingatkan, pemberian insentif merupakan kewajiban negara kepada tenaga kesehatan yang rela membahayakan diri untuk menyelamatkan warga.

"Dan adapun alasan bahwa mereka yang relawan secara sukarela untuk kemanusiaan itu tidak bisa dijadikan pembenaran atas keterlambatan," pungkasnya.

Baca juga: Karut-marut Pencairan Insentif Tenaga Kesehatan di Tengah Pandemi

Pencairan insentif tenaga kesehatan menjadi persoalan yang tak kunjung usai. Masih banyak garda terdepan penanganan pandemi Covid-19 itu yang belum menerima haknya.

Persoalan pencairan insentif ini tak hanya disebabkan lambatnya pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah.

Insentif tenaga kesehatan di daerah masuk dalam administrasi daerah yang sumbernya berasal dari biaya operasi kesehatan (BOK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) ataupun Dana Bagi Hasil (DBH).

Menurut data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 20 Juli 2021, pencairan insentif baru mencapai Rp 245,01 miliar. Jumlah itu diberikan kepada 50.849 tenaga kesehatan.

Sementara, realisasi insentif yang berasal dari DAU/DBH baru mencapai 21 persen dari total anggaran Rp 8,1 triliun. Realisasinya yakni Rp 1,79 triliun diberikan kepada 23.991 tenaga kesehatan.

"Tentu masih sangat kecil dibanding tahun lalu, (insentif) nakes daerah (tahun lalu) 848.885 nakes. Yang dibayar sekarang baru 50.849 nakes, ditambah 23.991 nakes," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Rabu (21/7/2021).

Adapun untuk insentif yang berada dalam administrasi Kementerian Kesehatan, sudah dicairkan senilai Rp 3,18 triliun kepada 413.360 nakes. Namun, masih ada tunggakan Rp 1,48 triliun kepada 200.500 nakes.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Nasional
MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

Nasional
Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Nasional
Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Nasional
Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Nasional
Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com