Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pengecatan Pesawat Kepresidenan, Istana: Usianya Sudah 7 Tahun, Harus Dapat Perawatan Besar

Kompas.com - 03/08/2021, 15:11 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Istana Kepresidenan membenarkan adanya pengecatan ulang pesawat kepresidenan RI A-001 Boeing 737-8U3 (BBJ 2). Pengecatan dilakukan bersamaan dengan perawatan pesawat.

Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono menyebut bahwa pesawat sudah berusia tujuh tahun sehingga harus dilakukan perawatan besar.

"Pesawat itu sudah tujuh tahun, secara teknis memang harus memasuki perawatan besar, overhaul. Itu harus dilakukan untuk keamanan penerbangan," kata Heru kepada Kompas.com, Selasa (3/8/2021).

Baca juga: Penjelasan Istana soal Pengecatan Ulang Pesawat Kepresidenan di Tengah Pandemi Covid-19

Terkait pengecatan ulang, kata Heru, sudah waktunya dilakukan pembaharuan warna pada pesawat.

"Pilihan warnanya adalah warna kebangsaan Merah Putih, warna bendera nasional," ujar dia.

Sebelumnya, dalam siaran persnya Heru menyebut bahwa pengecatan pesawat BBJ 2 sudah direncanakan sejak tahun 2019. Hal ini berkaitan dengan perayaan HUT ke-75 Kemerdekaan RI di tahun 2020.

Heru menjelaskan bahwa proses pengecatan merupakan pekerjaan satu paket dengan Heli Super Puma dan Pesawat RJ.

Namun, pada tahun 2019 pesawat BBJ 2 belum memasuki jadwal perawatan rutin, sehingga dilakukan pengecatan Heli Super Puma dan pesawat RJ terlebih dahulu.

"Sebagai informasi, perawatan rutin memiliki interval waktu yang sudah ditetapkan dan harus dipatuhi, sehingga jadwal perawatan ini harus dilaksanakan tepat waktu," terang Heru.

Jadwal perawatan rutin pesawat BBJ 2, kata Heru, jatuh pada tahun 2021. Ini merupakan perawatan Check C sesuai rekomendasi pabrik.

Oleh karenanya, tahun ini dilakukan perawatan sekaligus pengecatan bernuansa merah putih sesuai dengan rencana sebelumnya.

Baca juga: Pengecatan Pesawat Kepresidenan Saat Pandemi Disorot, Dinilai Tak Ada Urgensinya

"Waktunya pun lebih efisien, karena dilakukan bersamaan dengan proses perawatan," kata dia.

Heru pun menepis anggapan yang menyebutkan bahwa pengecatan ini merupakan bentuk foya-foya keuangan negara.

Sebab, pengecatan pesawat telah direncanakan sejak tahun 2019. Alokasi untuk perawatan dan pengecatan pun sudah dialokasikan dalam APBN.

Sementara, sebagai upaya pendanaan penanganan Covid-19, Kementerian Sekretariat Negara telah melalukan refocusing anggaran pada APBN 2020 dan APBN 2021, sesuai dengan alokasi yang ditetapkan Menteri Keuangan.

"Dapat pula kami tambahkan, bahwa proses perawatan dan pengecatan dilakukan di dalam negeri, sehingga secara tidak langsung, mendukung industri penerbangan dalam negeri, yang terdampak pandemi," kata Heru.

Baca juga: Kasetpres: Anggaran Pengecatan Ulang Pesawat Kepresidenan Sudah Dialokasikan di APBN

Pengamat Penerbangan Alvin Lie menyayangkan pengecatan pesawat kepresidenan di tengah pandemi Covid-19.Menurut dia, pemerintah seharusnya lebih mementingkan kebutuhan penanganan pandemi daripada mengubah warna pesawat.

"Saat negara sedang hadapi pandemi dan krisis ekonomi, pemerintah seharusnya menunjukkan sense of crisis," kata Alvin kepada Kompas.com, Selasa (3/8/2021).

"Hal-hal yang bukan kebutuhan mendesak perlu ditangguhkan. Anggaran difokuskan pada penggulangan pandemi," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com