Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Didesak Cabut Permenkes yang Atur Vaksinasi Covid-19 Berbayar

Kompas.com - 18/07/2021, 12:50 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Inisiator koalisi Lapor Covid-19 Irma Hidayana meminta pemerintah segera mencabut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 yang mengatur soal pelaksanaan vaksinasi Covid-19 gotong royong individu berbayar.

Meski Presiden Joko Widodo telah mengumumkan aturan itu dibatalkan, tapi Irma khawatir peraturan itu bisa disalahgunakan jika tidak dicabut.

"Kami mengapresiasi respons pemerintah membatalkan vaksin gotong royong individu berbayar. Tapi itu saja tidak cukup. Saya kira kita masih harus waspada dan tetap mendesak dicabutnya PMK Nomor 19/2021 agar PMK ini di kemudian hari tidak disalahgunakan dan digunakan kembali sebagai basis hukum utk menyelenggarakan vaksinasi berbayar," kata Irma dalam konferensi pers daring Koalisi Warga Akses Kesehatan, Minggu (18/7/2021).

Baca juga: Polemik Vaksin Covid-19 Berbayar, dari Mulai Rapat KPC-PEN, Dikritik WHO, hingga Dibatalkan Jokowi

Irma mengatakan, kekhawatirannya bukan tanpa sebab. Dia berpendapat, kebijakan pemerintah kadang tidak selaras dengan apa yang diucapkan.

"Sejarah menunjukkan, foot print pemangku kebijakan kadang-kadang apa yang disampaikan tidak selalu sama dengan apa yang dilakukan. Tidak selalu sama dengan kebijakan riil yang diambil di lapangan," tuturnya.

Ia pun mengingatkan bahwa pelaksanaan vaksinasi Covid-19 berbayar tidak etis dilakukan. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang belum bisa mengakses vaksin Covid-19.

"Kita tahu vaksinasi masih sulit dijangkau. Masih banyak orang yang ingin divaksin tapi belum bisa divaksin. Kalau di Jakarta mungkin banyak informasi soal pembukaan sentra vaksinasi dan upaya-upaya oleh dinas kesehatan di tingkat provinsi, tapi di luar Jakarta tidak demikian," kata Irma.

Irma menegaskan, pemerintah harus memastikan semua masyarakat memiliki akses yang setara terhadap vaksin Covid-19. Kesehatan merupakan hak tiap warga negara.

Menurut dia, jika PT Kimia Farma mau membantu percepatan vaksinasi untuk menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity), maka bisa menyelenggarakan vaksinasi Covid-19 di seluruh apoteknya secara gratis.

"Kalau mau benar-benar berkontribusi, harusnya bisa membuka apoteknya, mendedikasikan perusahaannya dan karyawannya tentu dengan memberikan insentif, membantu pemerintah untuk mempercepat vaksinasi," ujar Irma.

Sebelumnya, Presiden Jokowi memutuskan membatalkan vaksin Covid-19 berbayar bagi individu yang sebelumnya direncanakan akan disalurkan melalui Kimia Farma.

Baca juga: Jokowi Cabut Rencana Vaksinasi Berbayar di Kimia Farma, Vaksin Tetap Gratis

Dengan demikian, seluruh vaksinasi akan tetap sesuai program seperti yang telah berjalan saat ini yakni gratis bagi seluruh masyarakat.

"Setelah mendapatkan masukan dan juga respons dari masyarakat, Presiden telah memberikan arahan dengan tegas untuk vaksin berbayar yang rencananya disalurkan melalui Kimia Farma semuanya dibatalkan dan dicabut," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam keterangannya, Jumat (16/7/2021).

"Semua vaksin tetap dengan mekanisme yang digratiskan seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden sebelumnya," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com